Semangat Reformasi: Semangat Mencintai Firman-Nya
oleh: Denny Teguh Sutandio
“Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.”
Mzm. 119:105
Pendahuluan
Hari Reformasi Gereja diperingati setiap tanggal 31 Oktober. Hari ini mengingatkan orang Kristen Protestan akan peristiwa Dr. Martin Luther mereformasi gereja dengan menempelkan 95 tesis/dalil di depan pintu gereja Wittenberg, Jerman pada tanggal 31 Oktober 1517. 95 tesis yang dipakukan itu berisi protes Dr. Luther akan kesalahan praktik-praktik yang dilakukan oleh gereja Katolik Roma pada waktu itu, terutama penyebaran surat pengampunan dosa (indulgensia) untuk membangun Gereja Basilea St. Petrus. Selanjutnya, pokok ajaran Luther dapat diringkaskan menjadi 4 poin, yaitu: Sola Scriptura (hanya Alkitab), Sola Gratia (hanya melalui anugerah Allah, kita diselamatkan), Sola Fide (hanya melalui iman, kita diselamatkan), dan Soli Deo Gloria (kemuliaan hanya bagi Tuhan). Empat pokok pengajaran ini bermuara dari satu hal terutama yang menjadi poin pertama tadi, yaitu hanya Alkitab (Sola Scriptura). Semangat Dr. Luther mereformasi gereja bukan semangat memecah belah gereja atau mendirikan gereja baru, tetapi beliau memiliki keinginan agar gereja Tuhan kembali kepada Alkitab sebagai satu-satunya dasar kebenaran. Semangat ini diteruskan oleh Dr. John Calvin, Dr. Theodore Beza, dll, sampai sekarang ini. Sayangnya, semangat Reformasi sudah luntur dan kurang bisa diteruskan dengan konsisten sampai sekarang. Mengapa? Karena gereja-gereja yang katanya dipengaruhi oleh theologi Reformasi dan Reformed tidak lagi menjunjung tinggi otoritas Alkitab, melainkan humanisme atheis. Tidak heran, di zaman postmodern ini, gereja-gereja yang mengaku diri bertheologi Reformasi mulai mengkompromikan iman Kristen mereka dengan mengajar bahwa di luar Tuhan Yesus Kristus masih ada keselamatan. Hal ini ditandai dengan menjamurnya dialog-dialog antar agama tanpa dasar yang beres untuk mencari titik temu dari semua agama. Yang lebih parah lagi ada seorang “pendeta” sekaligus dosen di sebuah sekolah “theologi” di Jakarta berani menuliskan artikel di sebuah surat kabar yang meragukan kebangkitan Kristus dengan mengetengahkan penemuan kubur Yesus di Talpiot. Mereka yang melakukan hal ini adalah mereka yang katanya “pendeta” dan sekolah “theologi” bahkan di luar negeri. Sebenarnya, mereka hanya mewarisi tradisi Reformasi, tetapi tidak pernah memahami sungguh-sungguh spirit/semangat Reformasi yang kembali kepada Alkitab. Oleh sebab itu, sudah seharusnya, orang Kristen yang beres bukan hanya mewarisi tradisi saja, kita harus menjiwai apa yang ada di balik tradisi tersebut, yaitu semangat dan ajaran. Dalam hal ini, kita akan mempelajari spirit/semangat Reformasi yaitu semangat mencintai firman-Nya.
Semangat Reformasi: Semangat Mencintai Firman Tuhan
Semangat Reformasi yang terutama adalah semangat mencintai firman Tuhan (Alkitab). Sayang, semangat ini sudah dipelintir oleh gereja-gereja yang katanya dipengaruhi oleh theologi Reformasi. Saat ini, di gereja-gereja tersebut, ketika merayakan hari Reformasi Gereja, apa yang mereka beritakan? Mayoritas mereka memberitakan semangat reformasi adalah semangat mempedulikan lingkungan sekitar, dll. Hal tersebut tidaklah salah, tetapi itu BUKAN inti semangat Reformasi Gereja. Inti semangat Reformasi Gereja adalah kembali kepada Alkitab. Seorang yang memiliki kerinduan kembali kepada Alkitab adalah orang yang mencintai firman-Nya. Tanpa didasari oleh kecintaan akan Allah dan firman-Nya, tak mungkin seorang benar-benar mau kembali kepada Alkitab! Dengan kata lain, seorang Kristen atau pemimpin gereja apakah dia kembali kepada Alkitab atau tidak, dapat dinilai dari kecintaan mereka akan Allah dan firman-Nya. Lebih lanjut, kita mendapat gambaran yang lebih jelas lagi, yaitu: orang yang mencintai Allah dan firman-Nya pasti sungguh-sungguh kembali kepada Alkitab, lalu orang yang kembali kepada Alkitab adalah orang yang mempelajari firman-Nya, dan terakhir, orang yang mempelajari firman-Nya adalah orang yang taat dan menjalankan apa yang Tuhan firmankan. Mari kita pelajari kaitan ini.
Pertama, orang yang mencintai Allah dan firman-Nya adalah orang yang sungguh-sungguh kembali kepada Alkitab. Adalah suatu absurditas jika ada orang Kristen yang mengatakan bahwa dia mencintai Tuhan, apalagi firman-Nya, tetapi ia tidak mau sungguh-sungguh kembali kepada Alkitab. Kecintaan umat Tuhan kepada Allah dan firman-Nya mengakibatkan ia akan kembali kepada Alkitab. Apa arti kembali kepada Alkitab? Kembali kepada Alkitab berarti menjadikan Alkitab sebagai standar utama dalam iman, etika, moralitas hidup umat Tuhan sehari-hari. Dengan kata lain, kembali kepada Alkitab berarti membiarkan Alkitab sebagai firman Allah berbicara dan menerangi iman, etika, moralitas hidup umat-Nya. Di sini, Alkitab berfungsi sebagai cermin bagi iman, etika, dan moralitas hidup kita. Ketika kita berdosa, Roh Kudus memakai Alkitab untuk mengingatkan kita akan dosa kita. Begitu juga ketika kita mengalami masalah, Roh Kudus yang sama mengingatkan kita akan perkataan-perkataan Kristus di dalam Alkitab. Ketika kita mengalami lemah iman, Roh Kudus menguatkan kita melalui Alkitab. Kita bisa mempelajari hal ini dari sejarah gereja. Bapa Gereja Augustinus mengalami hal ini. Ketika ia sedang berdosa dan mengalami kekosongan hidup karena ajaran Manichaeisme yang dipercayainya tidak mampu menjawab pertanyaannya, tiba-tiba anak kecil mengatakan, “Ambil, Baca”, lalu Roh Kudus memakai perkataan itu untuk mendesak Augustinus untuk membaca Alkitab di dalam Roma 13:13. Begitu juga dengan Dr. Luther, ketika ia menemukan ajaran Alkitab bahwa kita dibenarkan melalui iman, ia langsung memprotes semua kesalahan gereja Katolik Roma. Di sini, kita belajar bahwa Alkitab telah menjadi cermin yang mengoreksi kesalahan manusia selama ini. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita menjadikan Alkitab sebagai cermin hidup kita di dalam iman, kerohanian, etika, dan moralitas? Beranikah kita berkata seperti pemazmur bahwa firman Tuhan itu menerangi langkah hidup kita (Mzm. 119:105)?
Kedua, orang yang kembali kepada Alkitab adalah orang yang mempelajari firman-Nya. Kita bukan hanya kembali kepada Alkitab atau menjadikan Alkitab sebagai cermin hidup kita, kita dituntut lebih lanjut untuk mempelajari firman-Nya. Seorang yang mencintai firman Tuhan, ia akan menjadikan firman Tuhan itu yang terutama, dan tentu saja ia akan rajin mempelajari firman Tuhan itu dengan menggali kelimpahan pengertian yang terkandung di dalamnya. Adalah suatu absurditas jika ada orang Kristen yang katanya kembali kepada Alkitab, tetapi malas mempelajari firman-Nya. Orang Kristen yang kembali kepada Alkitab adalah orang yang rindu belajar firman-Nya. Orang yang rindu belajar firman-Nya adalah orang yang rindu belajar menafsirkan Alkitab demi mendapatkan pengertian yang sedekat mungkin dengan arti aslinya. Nah, di sinilah, orang Kristen yang cinta firman Tuhan akan belajar mati-matian untuk mengerti firman-Nya dengan mencari alat-alat yang bisa membantunya untuk mempelajari Alkitab, baik itu melalui tafsiran Alkitab, konkordansi Alkitab, program Alkitab (seperti: e-Sword, SABDA, dll), dll. Semakin orang Kristen tersebut menggali kedalaman dan kelimpahan Alkitab, semakin orang Kristen itu diberkati dan dikuatkan imannya. Saya bukan hanya berteori, saya mengalaminya sendiri. Bagaimana dengan kita? Rindukah kita mempelajari firman-Nya? Biarlah ini menyadarkan kita akan pentingnya belajar firman Tuhan.
Ketiga, orang yang mempelajari firman-Nya adalah orang yang taat dan menjalankan firman-Nya. Belajar firman Tuhan itu saja tidak cukup, karena itu bisa mengakibatkan orang Kristen atau pemimpin gereja menjadi sombong rohani. Ini yang terjadi di banyak gereja yang mengaku bertheologi Reformasi. Para pemimpin gereja mereka adalah mereka yang studi theologi di luar negeri dengan serentetan gelar akademis, tetapi sayang, hati mereka kosong. Rasio mereka dipenuhi dengan segudang pemikiran theologi yang rumit, tetapi hati mereka hampa tanpa mengalami kehadiran Tuhan. Tidak heran, sosok hamba Tuhan yang diurapi seperti John Sung yang pernah masuk sekolah theologi di Union Theological Seminary lalu akhirnya mengundurkan diri. Pdt. Dr. Stephen Tong juga pernah menuturkan bahwa ada seorang Kristen yang setelah mendengarkan khotbah beliau, imannya dikuatkan. Lalu, orang Kristen ini terpanggil menjadi hamba Tuhan lalu masuk sekolah theologi. Makin belajar theologi, hatinya kering dan imannya hampa. Akhirnya, ia hampir menjadi atheis. Puji Tuhan, ia kembali mendengar khotbah Pdt. Stephen Tong dan imannya dikuatkan kembali. Aneh bukan? Orang semakin belajar theologi bukan semakin beriman, tetapi semakin meragukan iman. Apakah berarti sekolah theologi tidak perlu? TIDAK! Sekolah theologi itu penting, tetapi pertanyaan selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah sampai sejauh mana sekolah theologi itu bukan hanya mendidik theologi secara akademis, tetapi juga menguatkan iman dan spiritualitas para murid yang diajar. Di sini, kita mendapatkan pengertian bahwa belajar firman Tuhan saja tidak cukup, kita dituntut harus mengaplikasikannya dengan TAAT dan menjalankannya. Misalnya, kita belajar firman Tuhan tentang mengubah pola pikir kita (Rm. 12:2), kita bukan hanya pandai menafsirkan ayat itu dengan pola penafsiran eksegese, tetapi kita sendiri harus TAAT dan menjalankannya. Ketika kita belajar tentang prinsip-prinsip Alkitab tentang politik, ekonomi, dll, kita bukan hanya mempelajarinya sebagai bahan mengajar di kelas atau debat dengan orang lain, tetapi kita sendiri harus TAAT dan menjalankannya. Mengapa Abraham disebut bapa orang beriman? Apakah dia lulusan seminari theologi? TIDAK! Abraham disebut sebagai bapa orang beriman karena Allah yang memampukan dia TAAT dan menjalankan apa yang Ia firmankan. Abraham TIDAK terlalu banyak berargumentasi dan menganalisa firman Tuhan kepadanya. Yang ia lakukan hanya TAAT dan menjalankan firman-Nya. Ketaatan kita kepada firman-Nya menunjukkan bahwa kita benar-benar mencintai Allah dan firman-Nya. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita taat kepada firman-Nya?
Kesimpulan dan Tantangan
Biarlah renungan singkat di hari Reformasi Gereja menyadarkan kita akan pentingnya Alkitab sebagai satu-satunya sumber dan standar bagi iman, spiritualitas, etika, dan moralitas hidup kita. Kiranya Roh Kudus memimpin dan memampukan kita menjalankan apa yang Allah firmankan di dalam Alkitab, sehingga nama Tuhan sajalah yang ditinggikan selama-lamanya. Amin. Soli Deo Gloria. Sola Scriptura. Sola Gratia. Sola Fide. Solus Christus.
To Love God is to know the will of God in His Word, do His will, and glorify His name