Dan Ia menceriterakan perumpamaan ini juga kepada mereka: "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya." (Mat.13:33) Banyak orang telah mencoba menafsirkan perumpamaan-perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus dalam Matius pasal 13. Setelah penulis membaca lebih dari sepuluh komenteri, terkesan bahwa para penulis komenteri yang tentu berpendidikan dan berpengetahuan cukup, tidak dapat menemukan kunci masuk ke dalam ruang perumpamaan tersebut. Mata mereka tertutup oleh sebuah kesalahfahaman terhadap kata “Kerajaan Sorga” sehingga mereka melihat bahwa perumpamaan Tuhan Yesus adalah tentang segala sesuatu yang di Sorga atau tentang Kerajaan Sorga itu sendiri. Padahal kunci untuk memahami perumpamaan tersebut justru disembunyikan oleh Tuhan Yesus di balik kata “Kerajaan Sorga” sama seperti, Dr. Rod Bell (di Greenville, USA) yang menerima kami dan ia harus pergi berkhotbah ke kota lain sehingga meninggalkan kami dengan pesan agar kalau kami akan pergi, kunci rumahnya disembunyikan di bawah sebuah patung anjing yang terletak di samping pintu rumahnya. Siapapun yang ingin masuk ke rumahnya tidak akan berhasil jika yang bersangkutan terpukau pada patung anjing tanpa menyadari ada kunci rumah di bawahnya. Pada ayat 11 dalam pasal yang sama, Tuhan memberitahu murid-muridNya tentang “letak kunci” untuk masuk ke dalam ruang perumpamaanNya, kataNya, “kepadamu diberi karunia untuk mengetahui RAHASIA Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak.” Kemudian Ia menjelaskan makna perumpamaan pertama, yaitu perumpamaan tentang penabur. Murid yang cerdas langsung bisa menangkap bahwa perumpamaan tentang penabur benih adalah perumpamaan tentang pemberitaan Injil, dan jika Injil jatuh di tanah yang subur maka jemaat lokal akan berdiri. Ini sama sekali bukan mengenai hal-hal yang di Sorga melainkan mengenai kegiatan yang di bumi. Jadi, yang Tuhan Yesus maksudkan dengan RAHASIA Kerajaan Sorga adalah jemaat lokal dengan seluruh rangkaian kegiatan pemberitaan Injilnya. Pada saat perumpamaan ini disampaikan, jemaat lokal memang masih berupa sebuah program rahasia. Ketika penolakan bangsa Israel terhadap Mesias mereka final, maka program jemaat lokal baru akan dipublikasikan. Rupanya program rahasia ini diberi kata sandi oleh Tuhan Yesus yaitu “Rahasia Kerajaan Sorga.” Sebagaimana di dunia militer, tidak semua tingkatan militer dapat mengetahui kata sandi rahasia, terlebih orang luar apalagi musuh. Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata kepada murid-muridNya, “kepadamu diberi karunia untuk mengetahui RAHASIA Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak.” Dalam dunia militer “mereka” di sini adalah rakyat jelata sedangkan “kamu” (para murid) adalah para Jenderal. Tuhan memiliki sebuah program rahasia untuk melaksanakan misiNya (peperangan rohaniNya) pada saat bangsa Israel menolakNya, yaitu Ia akan memakai jemaat lokal sebagai agen pemberitaan Injil. Dan pemberitaan Injil itu akan menghasilkan institusi/agen berikutnya jika Injil diterima sebagaimana tanah yang subur menerima benih yang jatuh ke atasnya. 1. Perumpamaan Tentang Penabur Jelas sekali bahwa perumpamaan Penaburan Benih adalah cara Tuhan secara rahasia memberitahu para rasul sebuah program rahasia, yaitu pembangunan jemaat lokal. Program itu disembunyikan dalam kata sandi “Rahasia Kerajaan Sorga”. Tuhan mengajarkan bahwa dalam pembangunan jemaat lokal, usaha pertama adalah seperti seorang penabur benih, yaitu pemberitaan Injil. Dan kondisi hati orang yang mendengar bagaikan tanah dimana benih yang ditabur akan jatuh. Kalau hati pendengar bagaikan kondisi tepi jalan, maka jelas benih Injil akan segera dipatuk burung. Disini burung bisa dilihat sebagai orang-orang disekeliling yang memberi nasihat negatif terhadap berita Injil. Dan tanah berbatu adalah keadaan hati yang keras dan tak berakal budi. Ketika mendengarkan berita Injil, yang bersangkutan menyambut dengan gembira. Namun karena tanpa pengertian yang benar (Rom.10:1-3), maka ketika datang tantangan atau pengujian atau serangan secara doktrinal dari pihak musuh, yang bersangkutan akan jatuh. Jemaat lokal akan berdiri sejak tahap ini sekalipun masih terdiri dari orang-orang yang imannya tidak kokoh. Sedangkan tanah yang penuh semak duri menggambarkan kondisi hati manusia pendengar berita Injil yang dipenuhi kekuatiran dunia dan tipu daya kekayaan. Jemaat lokal akan terbentuk sekalipun anggota jemaatnya sangat dipengaruhi oleh kekuatiran dunia dan tipu daya kekayaan. Sedangkan hati yang diumpamakan dengan tanah yang subur adalah kondisi hati yang ideal terhadap penebaran benih Injil. Jemaat lokal akan tumbuh sehat dan subur dengan orang-orang yang berkondisi hati demikian. Jemaat demikian akan menghasilkan buah yang beratus-ratus kali lipat. Mereka akan menghasilkan banyak jemaat lokal lain, sehingga pemberitaan Injil akan bermultiplikasi dengan efektif. 2. Perumpamaan Tentang Lalang Diantara Gandum Dalam perumpamaan kedua, Tuhan tetap tidak lari dari inti makna seluruh rangkaian perumpamaan yang disampaikan, yaitu tentang Rahasia Kerajaan Sorga atau Jemaat Lokal. Tuhan dan muridNya yang sejati pasti hanya memberitakan Injil yang murni tanpa kompromi. Dengan kata lain seharusnya hanya berdiri gereja yang alkitabiah saja. Namun mengapa muncul banyak gereja yang sesat? Jawaban dari Tuhan adalah karena ada musuh menabur benih lalang. Mungkinkah semua gereja yang menyeru-serukan nama Yesus adalah gereja yang benar? Mustahil! Silahkan baca Mat.7:21-23. Kemudian murid yang kurang pengertian mengusulkan agar lalang-lalang dicabut saja. Demikianlah tercatat dalam sejarah kekristenan usaha pembunuhan terhadap kelompok Kristen lain yang dituduh lalang. Anabaptis yang telah dibunuh oleh Gereja Roma Katolik, jumlahnya tak sanggup dihitung. Demikian juga yang dibunuh oleh Bapak-bapak Reformator yang katanya orang Kristen lahir baru. Tetapi jawab Tuan yang bijak yang dalam perumpamaan ini menggambarkan Tuhan Yesus adalah tidak boleh dicabut. Terlihat jelas Tuhan Yesus mempromosikan kebebasan beragama pada zaman manusia beribadah di dalam roh dan kebenaran ini. Tidak ada pihak yang boleh menghukum atau apalagi menganiaya pihak lain dengan alasan iman. Gereja yang benar atau sesat harus dibiarkan bertumbuh bersama-sama. Yang boleh dilakukan hanyalah menyatakan apa yang benar dan yang salah (II Tim.4:2). Anehnya, pihak yang dulu membunuh orang kini berseru, “jangan mengatakan orang lain salah!” Padahal mengatakan orang lain salah itu alkitabiah, sedangkan membunuh adalah refleksi sifat iblis. 3. Perumpamaan Biji Sesawi Tuhan ingin memberitahukan para Rasul dan juga pembaca bahwa jangan heran kalau ada gereja yang abnormal seperti biji sesawi yang bertumbuh menjadi pohon besar. Ada banyak gereja yang mengalami mutasi gen sehingga menjadi gereja yang abnormal. Mereka memakai cara apa saja sehingga gerejanya menjadi besar, bagaikan sayuran sawi yang diberikan berbagai pupuk hingga terjadi penyimpangan dan akhirnya menjadi pohon besar. Seharusnya tidak ada sawi yang jadi pohon besar, bukan? Pembaca yang hidup pada zaman sekarang tidak akan sulit memahami maksud Tuhan karena zaman sekarang telah muncul banyak MEGA CHURCH yang adalah pohon besar. Apakah kehendak Tuhan agar hanya ada beberapa batang lilin raksasa di dalam sebuah rumah besar yang gelap? Atau banyak lilin agar dapat menerangi seisi rumah secara merata? Hanyalah kesombongan manusia belaka dan tuntutan kedagingan manusia yang menghendaki gereja raksasa. Gereja yang normal akan dimulai dari pemberitaan Injil sebagaimana digambarkan Tuhan dalam perumpamaan pertama. Selanjutnya gereja yang benar akan bertumbuh juga hanya oleh pemberitaan firman Tuhan. Pelayan Tuhan yang hebat itu bukan yang berhasil mendirikan gereja yang besar, melainkan yang berhasil mendirikan jumlah gereja yang banyak. Tetapi jika gereja bertumbuh besar secara normal atau alamiah tentu tidak masalah. Yang jelas Tuhan tidak menghendaki ada unsur keegoisan, ketamakan, dan kesombongan dalam membangun sebuah gereja. Di dalam gereja yang besar kondisinya akan lebih memungkinkan bersarangnya banyak “burung” yang hanya untuk mencari makan (urusan perut) belaka. 4. Perumpamaan Perempuan Dan Raginya Perumpamaan inilah yang menjadi inti bahasan Pedang Roh edisi 48 ini. Hebat sekali perempuan itu. Ia berhasil memasukkan ragi yang ditangannya ke dalam tepung dan berhasil pula mengaduk tepung tersebut hingga khamir seluruhnya. Banyak komentator gagal melihat hubungan antara perumpamaan ini dengan gerakan ekumene. Penyebabnya ialah karena mereka gagal melihat hubungan semua perumpamaan ini dengan gereja lokal yang sesungguhnya adalah Rahasia Kerajaan Sorga. Sebagian mereka bahkan melihat bahwa Tuhan sedang berbicara tentang Kerajaan Sorga, sehingga selalu menafsirkan ketujuh perumpamaan ini dari sudut pandang positif. Padahal, apa perlunya seorang perempuan mengaduk tepung di Kerajaan Sorga? Apakah Tuhan berbicara tentang sesuatu yang di Sorga atau sesuatu yang di bumi? Sekali seseorang gagal melihat bahwa Tuhan sedang berbicara tentang sesutu yang di bumi maka ia akan gagal manafsirkan seluruh perumpamaan dalam Matius pasal tiga belas ini. Tuhan sedang berbicara tentang sebuah RAHASIA, yang disebutnya dengan sebuah kode sandi “Rahasia Kerajaan Sorga,” agar program rahasia yang akan dijalankanNya tidak sampai bocor kepada musuh. Pada perumpamaan tentang Lalang di Tengah Gandum, Tuhan mengajarkan kepada murid-muridNya konsep gereja yang hanya menjaga kebenaran dirinya, bukan mengurus pihak lain. Gereja lokal harus menjaga dirinya benar dan kudus sambil menyerukan kebenaran dan memperingatkan kesesatan. Kalau ada gereja yang sesat, seorang murid Kristus hanya boleh menyatakan kesalahan gereja tersebut, tidak lebih dari itu. Jika orang Kristen memahami hal ini dan konsisten melakukan hal ini, maka gereja yang salah akan tertegur sehingga jika mereka masih bertujuan mencari kebenaran, maka mereka akan bertobat serta kembali ke jalan yang benar. Tetapi jika yang dicari adalah hal-hal materi, jasmani, dan duniawi, maka tentu gereja demikian akan semakin jauh dari kebenaran. Apakah telah ada dan akan ada gereja yang demikian? Tentu! Bahkan banyak sekali. Gereja yang didirikan di atas kebenaran dan bertujuan untuk memberitakan kebenaran akan bersukacita ketika ada pihak yang berani menegornya. Tetapi gereja yang telah bergeser dari mencari perkenanan Tuhan menjadi perkara materi, jasmani dan duniawi, akan risih dan menghindar dari tegoran atau tudingan. Iblis sangat berkepentingan agar semakin banyak gereja bergeser baik tujuan maupun pengajarannya. Namun bagaimana mungkin ia menggeser gereja dari yang benar menjadi salah jika ada gereja lain yang selalu menegor dan mengingatkan gereja-gereja yang kelihatannya sudah mulai salah? Itulah sebabnya iblis berkepentingan mempromosikan konsep “jangan mengatakan orang lain salah” kadang dengan slogan yang hampir sama yaitu “jangan menghakimi orang ” sambil mengutip separuh dari Matius 7:1. Padahal bunyi keseluruhan ayat tersebut adalah “jangan kamu menghakimi, SUPAYA KAMU TIDAK DIHAKIMI.” Artinya jika anda tidak keberatan dihakimi, maka tidak apa-apa untuk menghakimi. Dan pada ayat keduanya Tuhan memberi patokan bahwa orang yang menghakimi orang lain harus siap dihakimi dengan ukuran yang dipakainya. Dalam Injil Yohanes 7:24 bahkan disuruh menghakimi, hanya harus menghakimi dengan adil serta jangan memakai ukuran manusia (8:15). Itulah sebabnya jangan menghakimi hal-hal yang bersifat subyektif melainkan hal-hal yang bersifat doktrinal, dan harus selalu memakai ayat Alkitab, bukan hanya dengan olah akal sendiri. Tujuan iblis menyerukan agar satu gereja dengan yang lain, atau satu orang Kristen dengan yang lain, tidak saling menasehati atau saling menegor, adalah agar yang salah tetap salah, dan harapannya tentu agar semakin banyak yang salah. Agar semakin banyak gereja menjadi salah, ia melakukan usaha PENGADUKAN sehingga kesalahan gereja yang satu bisa ditularkan kepada yang lain. Kelihatannya usahanya efektif sekali. Kebiasaan gereja yang saling mengundang pengkhotbah merupakan peluang ke arah itu. Dan hebatnya perempuan itu, ia menciptakan berbagai kesempatan agar bisa mengaduk gereja supaya saling menularkan kesalahan secara cepat. Ia membangkitkan gairah kedagingan manusia “Kristen” ke arah yang salah. Di perumahan, kantor-kantor, bahkan di kampus-kampus muncul Persekutuan Ekumene, yaitu perkumpulan orang Kristen tanpa pemimpin rohani yang bertanggung jawab di hadapan Tuhan. Seringkali tempat ini menjadi ajang pelampiasan reaksi pemberontakan terhadap kepemimpinan gereja lokal (baca Ibr.13:17). Coba pembaca bayangkan, satu minggu pengkhotbah dari Baptis, dan minggu berikutnya dari Kharismatik, minggu berikut lagi dari gereja Advent, bahkan minggu berikut lagi dari Roma Katolik. Apakah yang akan terjadi dengan anggota persekutuan demikian? Hanya ada dua kemungkinan, menjadi bingung terhadap kebenaran atau mereka tinggalkan persekutuan karena menyadari adanya ketidakbenaran. Karena mereka tidak mengerti perbedaan antara Baptis dan Katolik dan tidak dapat membedakan antara pengajaran Kharismatik dengan Advent, maka mereka inilah yang biasanya dengan getol berkata, “jangan mengatakan gereja lain salah” karena bagi mereka semuanya benar dan semuanya salah. Artinya mereka tidak memiliki kebenaran yang absolut. Bagi mereka semuanya relatif. Semua gereja bisa salah dan bisa benar, atau semua gereja ada salah dan ada benar. Atau kita semua sama-sama tidak benar. Hebat sekali perempuan itu, bukan? (Akan dibahas lebih detail pada artikel-artikel berikut). 5. Perumpamaan Harta Yang Terpendam Sebuah gereja lokal yang alkitabiah digambarkan oleh Tuhan melalui perumpamaan ini, yaitu sebagai sebuah ladang yang memiliki harta yang terpendam. Di dunia ini tidak ada yang lebih bernilai dari sebuah jemaat lokal yang alkitabiah, yaitu yang di dalamnya ada harta rohani yang terpendam. Layak bagi siapapun untuk menjual seluruh hartanya (rumahnya) untuk pindah ke dekat gereja lokal yang alkitabiah. Kalau seseorang ingin anaknya besar menjadi tukang kubur orang, silakan pindah ke daerah pekuburan. Jika seseorang ingin anaknya menjadi pedagang, silakan pindah ke pertokoan. Dan jika seseorang ingin anaknya diselamatkan ia harus pindah ke sekitar lokasi gereja yang alkitabiah. Inilah makna perumpamaan ini. 6. Perumpamaan Mutiara Yang Indah Perumpamaan ini hampir sama dengan perumpamaan Harta Yang Terpendam, hanya yang satu ini penekanannya pada berita Injil atau kebenaran yang diajarkan oleh sebuah gereja lokal. Amsal 23:23 berkata, “belilah kebenaran dan jangan menjualnya; demikian juga dengan hikmat, didikan dan pengertian.” Nilai sebuah gereja bukan pada kemegahan gedungnya. Juga bukan pada kemewahan isinya apalagi jumlah jemaat yang hadir setiap minggunya. Nilai sebuah jemaat lokal itu pada mutiara yang dimilikinya, yaitu kebenaran yang dijunjungnya. Seberapa indahkah mutiara itu? Layakkah untuk ditukarkan dengan seluruh harta? Bahkan para martir telah mengorbankan nyawa mereka demi mutiara itu. 7. Perumpamaan Pukat Ini adalah perumpamaan terakhir. Betul sekali bahwa sebuah jemaat lokal, selain seperti sebuah ladang, ia juga seperti seperangkat pukat atau jala. Pukat atau jala ditebar untuk mendapatkan ikan, sedangkan gereja lokal didirikan untuk mendapatkan manusia. Ketika sebuah jemaat lokal didirikan, ia bagaikan seperangkat pukat dimana akan mendapatkan sejumlah orang. Bahkan mungkin banyak sekali orang yang akan datang bahkan menjadi anggota sebuah jemaat lokal. Tentu tidak tertutup kemungkinan ada yang datang dengan motivasi materi, jasmani dan duniawi. Banyak orang yang datang ke gereja karena materi, karena memang ada gereja yang mengkhotbahkan “injil materi” karena pengkhotbahnya memang mencari materi. Dan biasanya yang datang juga orang-orang yang mencari materi. Ada juga yang karena perkara jasmani, yaitu kesembuhan jasmani atau mencari pasangan hidup jasmani dan lain sebagainya. Pada akhir zaman pukat atau jala akan ditarik, yaitu pada saat rapture. Saat itulah Sang penarik akan membuang sampah yang kebetulan nyangkut, bahkan mungkin juga ada ular yang masuk karena ingin makan ikan. Pembaca dipersilakan menyaksikan pukat-pukat dan silakan mengamati pukat manakah yang banyak ikan baiknya dan mana yang lebih banyak ikan berlendirnya. Tidak ada gereja yang sempurna itu patut kita akui. Tetapi jelas ada gereja yang lebih alkitabiah dari yang lain. Ada gereja yang 60% alkitabiah, 70% alkitabiah, 80% atau 90% bahkan mungkin 99% alkitabiah. Hendaknya tiap-tiap gereja berambisi menjadi yang 99% alkitabiah. Tentu nanti ketika Tuhan datang semuanya akan menjadi jelas. Namun jika sampai saat itu kita baru berusaha mencari gereja yang lebih alkitabiah untuk kita gabungkan diri ke dalamnya, itu sudah terlambat. Tuhan berikan kita Alkitab, FirmanNya, agar melaluinya kita bisa menilai gereja di sekeliling kita. Kiranya Tuhan memberi hikmat. (Silakan baca I Tesalonika 5:21). Sumber: PEDANG ROH Edisi 48 Tahun XI Juli-Agustus-September 2006