Ketagihan ini ternyata harus dibayar mahal karena banyak ikan Lampat yang mati saat mati listrik, yakni saat terjadi pemadaman bergilir oleh Pemerintah. Lampat berjuang dengan gigih untuk mempertahankan hidup dari ikan-ikannya. Setelah berjuang sedemikian kerasnya Lampat cuma bisa pasrah.Banyak korban-korban berjatuhan, sedihnya hati Lampat. Akhirnya sejak saat itu Lampat berhenti dari penyakit ketagihan belanja ikan.
Ikan Lampat tinggal tersisa sedikit, tetapi semuanya awet terurus dan hidup dalam damai. kelihatannya ikan-ikan Lampat hidup lebih bahagia sekarang. Lampat sadar ambisinya yang suka belanja tersebut sebaiknya dianalisa dari segi resikonya, dengan kata lain sebaiknya Lampat kudu menjadi risk manager dari setiap aksi Lampat. Kenekadan Lampat untuk mengacuhkan resiko-resiko yang mungkin terjadi akhirnya berkibat fatal. Tapi untuk melakukan anlisa resiko banyak orang malas, bahkan ada yang alergi.
Pelajaran ala Lampat:
Manusia itu memang unik, mereka memiliki nilai-nilai yang diukur berdasarkan suatu hal yang ia yakini dan dipahami menurut kontex mereka. Lampat tidak pernah memikirkan resiko-resiko yang ada, Lampat hanya mencoba berpikir untuk optimis dengan "belanjaannya" dan setelah itu berharap "sang invincible hands" meneruskan perbuatannya. Banyak hal-hal yang tidak bisa dijelaskan dengan gamblang mengenai "penyakit-penyakit" kehidupan manusia. Mungkin ada yang ketagihan makan(hehehe rasanya banyak),pornografi, rokok.
Hal-hal yang terkadang cuma berhenti kalau dihantam hal-hal yang membuat kita kapok. Tapi terkadang setelah rasa kapok itu menjadi kenangan, maka sesorang bisa kembali lagi seolah-olah tidak pernah terjadi hal-hal yang membuatnya kapok tersebut. Untuknya si Lampat tidak begitu, ia masih mencoba menjadi Lampat yang bijaksana, yang selalu belajar dari pengalaman masa lalu. Pengalaman adalah guru yang terbaik,sayangnya tidak semua orang suka belajar dan "mengintip" dari pengalaman.
Comments
Lancip juga pernah Lampat
Thu, 28/08/2008 - 08:57 — lanskipLampat, pengalamanmu hampir sama dengan si Lancip
Dulu dia pernah juga perlihara lobster, cuma satu, tapi karena tidak ada tempat untuk memeliharanya, si Lancip memasukkan tuh lobster ke lodong (wadah plastik keras) dan kemudian dicelupin ke akuarium yang isinya ikan lou han. Mangsa dan pemangsa dalam satu akuarium, hanya dipisahkan oleh bahan plastik. Memaksa ya ....
Yah itulah, Lancip pun kurang menganalisan dan memertimbangkan risikonya, atau mungkin sebenarnya dia sudah memertimbangkan risikonya, cuma dia nekad. Akhirnya .. tau kenapa? Suatu hari, setelah bangun tidur, si Lancip mendapat lodong itu tadi terbalik, dan si lobster sedang "perang" habis-habisan melawan si ikan lohan dengan satu capit tersisa di tubuhnya ....
Lancip segera menyelamatkannya, tapi apa daya, luka perang si lobster sudah terlalu parah. Belum lagi, si lobster pun tampaknya sudah patah semangat, sepertinya dia sudah tak mau hidup hanya dengan satu tangan (capit). Beberapa saat kemudian, lobster itu mati.
Lancip menyesal ... tapi dia belajar sesuatu dari situ. Semoga Lancip bisa bijaksana seperti Lampat. Belajar dari pengalaman dan tidak mencobai.
Ada Lanflat dengan si Lampat, ada Lanskip dengan si Lancip, wuakaka ... lucu sekali ....
Sip cip
Thu, 28/08/2008 - 15:28 — LanFlAt TreemakaZZiYa cip,dari pengalaman, minimal sekarang kita bisa memulai dengan lebih pintar, dan lebih Pro untuk hal yang serupa
LanFlAt