"Quo Vadis" Pendidikan?
Joseph
Henricus Gunawan
tercatat 626.600 penganggur intelektual lulusan universitas dan 486.400 lulusan
diploma dari 9,26 juta penganggur berdasarkan data yang dirilis oleh Badan
Pusat Statistik (BPS). Bahkan, lulusan baru yang jumlahnya sekitar 2 juta, akan
memasuki dunia angkatan kerja.
Menurut data dari BPS, Februari 2005, jumlah penganggur intelektual sebanyak
385.400 orang. Pada Agustus 2006, jumlah penganggur intelektual ini 673.628
orang atau 6,16% dari jumlah penganggur. Pada Februari 2007 menjadi 409.900
orang dan pada Februari 2008 naik menjadi 626.200.
Melonjaknya pengangguran intelektual mencerminkan ketidakefektifan negara
dalam menyelenggarakan dan menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap
tenaga kerja terdidik. Bangsa
masih berjuang untuk mencapai hidup layak sejahtera lahir dan batin dengan
lonjakan jumlah penganggur intelektual dan terbatasnya lapangan kerja. Seharusnya,
hidup layak sejahtera lahir dan batin merupakan hak seluruh rakyat
seperti yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.
Pemerintah harus mendorong majunya lapangan kerja yang bermutu, bukan saja
dengan menyediakan bantuan modal, tetapi juga peningkatan kualitas tenaga
kerja. Jika tidak, bukan saja investor asing enggan untuk berinvestasi di
akan makin banyak industri yang gulung tikar. Tingkat pengangguran di
merupakan masalah ketenagakerjaan yang sangat menggelisahkan di kawasan ASEAN.
Organisasi Buruh Internasional (ILO) dalam laporannya mengungkapkan,
peningkatan tertinggi dalam pengangguran di antara kaum muda terjadi di ASEAN,
yaitu 85%. Ini mengharuskan pemerintah untuk terus memikirkan tersedianya
lapangan kerja yang berkualitas.
Alasan klasik yang dilontarkan adalah pertumbuhan ekonomi yang tidak
mencapai target akan berimplikasi pada penurunan penerimaan pemerintah,
penyediaan kesempatan kerja yang rendah, kemiskinan, serta kesejahteraan
masyarakat yang tidak membaik. Oleh karena itu, sinerginya antara kebutuhan
dunia kerja dan kemampuan yang ditawarkan dunia pendidikan sangat diperlukan.
Apabila realitasnya semakin banyak penganggur intelektual maka perlu
dipertanyakan apakah ada yang salah terhadap negara. Semakin banyak penganggur
terdidik yang tidak mampu menciptakan pekerjaan ataupun memperoleh pekerjaan
yang layak mengakibatkan rendahnya kualitas dan produktivitas bangsa.
Pendidikan Berkualitas
Meminjam pemikiran dari Francis Fukuyama, profesor ekonomi politik dan
filsuf dari Universitas Johns Hopkins, Amerika Serikat, gejala kegagalan
negara, yakni negara yang tak mampu menjalankan perannya secara efektif dan
tidak dapat menjamin kesejahteraan warganya, serta berkurangnya peran negara
karena kapasitas negara lemah dalam melakukan fungsinya.
Meminjam pandangan dari Nicholas P Wolterstorff, profesor filsafat
dan
pendidikan untuk kehidupan. Wolterstorff melihat pendidikan sebagai suatu cara
hidup di dunia, yang artinya pendidikan ibaratnya menjadi
pendidikan begitu penting dalam mengarahkan cara hidup. Pendidikan berkualitas
merupakan salah satu elemen yang sangat signifikan dalam mempersiapkan,
mencetak, dan membentuk tenaga kerja yang diharapkan dalam menghadapi
persaingan global, terutama krisis global yang membelenggu. Betapa berharganya
menangkap eksistensi tenaga kerja terdidik tersebut di mana tidak dapat
mengembalikan sejarah.
Wolterstorff menyakini bahwa melalui pendidikan berkualitas lulusan
perguruan tinggi dipersiapkan menghadapi masalah-masalah yang berbeda dari yang
ada sekarang termasuk krisis global dan memiliki kekuatan serta kemampuan untuk
dengan bebas berupaya mengatasi permasalahan tersebut. Lulusan perguruan tinggi
harus menyadari bahwa mereka berada dalam dunia yang berstruktur, di mana
sebagai eksistensi yang berstruktur, bisa menentukan arah kehidupan bangsa
selanjutnya. Oleh karena itu, pendidikan bermutu tidak hanya mengarahkan mereka
pada suatu cara hidup di dunia saja, juga mengarahkan mereka pada suatu cara
tertentu dari berbagai cara alternatif.
Pendidikan bermutu berpengaruh signifikan terhadap para lulusan perguruan
tinggi dalam masyarakat, dan berpengaruh secara signifikan terhadap pembentukan
masa depan masyarakat.
Negara, dalam hal ini pemerintah, tetap harus bertanggung jawab untuk
terselenggaranya sistem pendidikan nasional, di mana setiap warga negara berhak
mendapat pengajaran dan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 31
Ayat 1 dan Ayat 2 UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 juga menegaskan secara jelas tentang tujuan negara kita,
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Seharusnya, pendidikan merupakan hak
seluruh masyarakat
seperti yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Sila kelima Pancasila pun,
yakni Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
pemerintah wajib mengusahakan supaya pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh
masyarakat. Adalah tanggung jawab pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan
bermutu guna mencerdaskan kehidupan bangsa, membentuk manusia yang beriman,
bertakwa, dan berakhlak mulia. Pemerintah mesti membenahi dan merancang sistem
pendidikan yang bermutu dan ketenagakerjaan dengan metode menyinergikan antara
harapan dunia kerja dan pendidikan yang ditempuh. Pemerintah harus menciptakan
dan membuka akses pendidikan bermutu kepada seluruh masyarakat
mengupayakan lulusan perguruan tinggi bisa berkreasi, siap pakai, dan mampu
menciptakan lapangan kerja baru.
Pendidikan bermutu akan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pendidikan berkualitas merupakan kebutuhan yang paling
utama dalam kehidupan masyarakat.
Segala upaya harus ditempuh untuk terwujudnya pendidikan yang bermutu.
Konsekuensinya, pemerintah harus memfasilitasi penganggur intelektual untuk
memperoleh pekerjaan yang layak melalui program kredit untuk menciptakan entrepreneur
baru dan upaya nyata yang lebih terfokus mendongkrak kualitas pendidikan yang
lebih bermutu. Pemerintah harus segera mengimplementasikan kebijakan yang
memuat prinsip-prinsip penanggulangan pengangguran intelektual secara
komprehensif dan saling berintegrasi agar menjadi kesatuan yang utuh. Ke depan,
hendaknya Departemen Pendidikan Nasional mendorong, menggenjot, dan mengubah
paradigma ke arah pendidikan bermutu dengan segera menerapkan program sinergi
dunia kerja dan dunia pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang mampu
menciptakan lapangan kerja.
Penulis adalah Peneliti pada Reformed Center for Religion and Society,
alumnus
of
Queensland