Kolose:Pengurbanan Kristus

Dari In-Christ Wiki, Wiki Kristen Indonesia
Revisi per 15:30, 22 Mei 2010; Bennylin (Bicara | kontrib)
(beda) ←Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Langsung ke: navigasi, cari
  Penjangkauan sesama membuat hidup kita menjadi berarti. Kenyataan
  membuktikan bahwa semakin kita banyak memberi dan berbagi, semakin
  kita banyak menerima dan mendapat balasannya. Ketika kita mengasihi
  dan melayani dengan berbuat baik kepada sesama, segala kebajikan dan
  hal-hal yang baik akan mendatangi kita. Tetapi, kita mungkin akan
  berpikir sejenak, bagaimana dalam kondisi sulit seperti sekarang
  kita masih bisa bermurah hati dan rela berkurban?

  Rasanya sikap rela berkurban sudah semakin langka saat ini. Nilai
  pengurbanan juga terasa semakin luntur ketika hidup makin diwarnai
  prinsip "berikan dan terimalah", "tidak ada makan siang yang
  gratis", atau prinsip "elu elu -- gua gua". Jika ada [yang mencoba
  tanpa pamrih], itu pun dilakukan dengan berbagai pertimbangan
  "apakah imbalan yang akan kuterima?" atau "apa manfaatnya bagiku?"
  Tampaknya, kita perlu merenungkan kembali, masih adakah kurban yang
  sejati [tanpa pamrih]? Pengurbanan sebagai suatu tindakan nyata
  tanpa pamrih, tidak dimotivasi keinginan mendapat balasan atau
  menghitung-hitung manfaat yang kita akan terima secara langsung.
  Manfaat semacam itu baru akan dipetik dalam jangka waktu panjang,
  dalam bentuk kita memperoleh kasih, penghormatan, dan kemurahan dari
  orang lain. Kita mungkin menerima pertolongan orang lain pada saat
  yang tidak terduga, tepat ketika kita membutuhkannya.

  Mengapa Berkurban Itu Penting?
  1. Karena kehidupan memiliki siklus tabur dan tuai.
     Secara kodrati, Tuhan telah menetapkan prinsip umum hukum alam
     bahwa segala sesuatu yang ditanam pasti akan bertumbuh dan
     menghasilkan buah. Demikian pula dengan setiap tindakan yang kita
     lakukan pasti akan menghasilkan balasan entah kapan waktunya.

  2. Jika tidak ada kerelaan berkurban, bumi penuh dengan kefasikan.
     Bayangkan jika semua orang ingin menang dan berhasil, termasuk
     dengan menghalalkan segala cara! Setiap kejatuhan dan kesusahan
     dianggap sebagai peluang untuk memenangkan persaingan, kegagalan
     orang lain disambut sebagai seleksi alami [siapa] yang kuat -- si
     pandai pemenangnya -- dan sukses. Tanpa hati nurani, dunia serasa
     hanya dipenuhi dengan semak berduri.

  3. Pengurbanan membuat hidup itu bernilai.
     Mandat untuk hidup diwujudkan dengan berkarya dan mengusahakan
     bumi ini secara penuh tanggung jawab. Bukti dari keberhasilan
     setiap jerih lelah dan prestasi ditandai dengan berbagai bentuk
     pengurbanan dan kerelaan melakukan sesuatu yang terbaik.

  4. Penghargaan muncul dari setiap pengurbanan.
     Kita tidak dapat membeli penghargaan dan tidak bisa memaksa orang
     lain untuk menaruh hormat kepada kita, sebab penghargaan itu
     hanya berasal dari sikap dan tindakan rela berkurban. Ini
     pasti menginspirasi pemikiran dan memotivasi banyak orang untuk
     melakukan perbuatan positif yang sama.

  Manipulatif -- Berkurban dengan Suatu Pamrih

  Ketika perhatian kita hanya terpusat pada diri sendiri, kita sulit
  memerhatikan keadaan dan kebutuhan orang lain. Setiap pertimbangan
  hanya diukur semata-mata dari keuntungan dan kesenangan pribadi.
  Motivasi di balik setiap tindakan perlu diterawang lebih jauh agar
  kita tidak keliru dan menyimpang dari setiap pemikiran dan perbuatan
  yang dianggap sebagai sikap berkurban dan bajik. Pengurbanan yang
  berpamrih sebenarnya adalah sikap manipulatif terhadap orang lain
  bahkan terhadap diri sendiri, dan justru kenyataannya sering sangat
  tersamar, lazim, dan tidak disadari dalam kehidupan sehari-hari.
  Perhatian dan kurban yang sejati itu tidak bersyarat. Tidak menuntut
  balasan. Tidak menghitung untung rugi. Dilakukan dengan tulus, tanpa
  keluh kesah, spontan, yakin, dan tidak mengkhawatirkan penolakan
  karena berfokus pada kepentingan dan kebaikan orang lain.

  Pemahaman Mengenai Sikap dan Tindakan Manipulatif:

  1. Penipuan yang disamarkan sebagai kebenaran.
  2. Penyalahgunaan kesempatan, jabatan, hak, kewajiban, dan
     otoritas.
  3. Aktivitas yang tampaknya baik tetapi diselubungi motif egoisme.
  4. Sikap mental yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur dan
     tulus.
  5. Pemanfaatan seseorang, sesuatu, keadaan, atau kondisi dengan
     maksud untuk mencari keuntungan diri sendiri.
  6. Membohongi dan tidak sesuai dengan hal-hal yang sifatnya sejati.
  7. Sikap berpura-pura, tidak ikhlas, dan bertujuan untuk
     memanfaatkan orang.
  8. Pengendalian kehendak orang-orang melalui pengaruh, cara-cara,
     tekanan, atau perlakuan tertentu.
  9. Menutup-nutupi keadaan, ketidakjujuran, dan tidak memperlihatkan
     jati diri yang sebenarnya untuk kepentingan pribadi.

  Akibat Sikap Manipulatif

  Mungkin tidak disadari, namun segala sesuatu yang tidak sejati pasti
  tidak akan bertahan lama. Sikap yang tidak tulus, cepat atau lambat
  akan tersingkap dan memengaruhi hubungan kita dengan keluarga,
  rekan, kolega, atau mitra kerja. Konsekuensinya, kita akan
  kehilangan kepercayaan orang lain dan kita akan sulit memiliki
  rekan, mitra, atau kolega yang sejati; terperangkap dalam sikap
  munafik, kehilangan kebenaran dan jati diri; dikejar perasaan
  bersalah dan kehilangan damai sejahtera; terlibat dalam berbagai
  bentuk persaingan tidak sehat dan memiliki tujuan yang menghalalkan
  segala cara.

  Kurban Sejati adalah Pernyataan Kasih yang Tertinggi

  Ibu Teresa mengisi hidupnya dengan mengasihi dan melayani
  orang-orang yang kekurangan di negara-negara miskin. Beliau
  menyelamatkan hidup banyak balita dengan sentuhan dan belaian
  tangannya ke tubuh-tubuh kurus kecil karena kekurangan gizi.
  Sesungguhnya, sentuhan manusia memiliki kekuatan merespons
  unsur-unsur kimiawi di dalam tubuh, yang sangat membantu pertumbuhan
  dan daya hidup. "Saya telah menemukan paradoks bahwa jikalau saya
  mengasihi sampai terasa sakit, rasa sakit itu akan hilang, dan yang
  tertinggal hanyalah lebih banyak kasih". (Ibu Teresa)

  Sikap berkurban timbul dari kesadaran akan adanya kebutuhan
  orang-orang di sekitar kita. Jika kita mulai menjadi pemerhati, akan
  tampak begitu banyak kesempatan untuk berbuat baik dan menjadi
  jawaban bagi orang lain. Sikap berlapang hati untuk tidak sekadar
  mengkritisi orang lain atau keadaan, menguasai diri berhadapan
  dengan rasa memiliki, bebas dari rasa khawatir dengan membangun rasa
  aman, semua ini akan mendorong kita untuk mengembangkan sikap
  berkurban yang sejati.

  Dalam penerapannya, pengurbanan senantiasa berbentuk pernyataan
  kasih yang tertinggi, yaitu ditunjukkan dengan kepedulian sejati
  kepada orang lain melalui tindakan nyata. Ia tidak mementingkan diri
  sendiri dan rela mendahulukan kepentingan orang lain, memberi dan
  berbagi tanpa mengharapkan imbalan atau pamrih, bahkan ikhlas
  memberikan kesempatan atau peluang kepada orang lain yang
  membutuhkannya. Pengurbanan adalah kesediaan untuk mendengar,
  melayani, dan membantu orang lain. Suatu bentuk kebaikan hati yang
  tidak menuntut pembayaran. Bahkan mungkin sebaliknya, berani
  membayar harga dan menghadapi risiko.

  Pengurbanan sebagai teladan terbesar telah ditunjukkan oleh Kristus,
  ketika Ia menanggung apa yang seharusnya tidak diterima-Nya.
  Kematian-Nya menggantikan kita, yang seharusnya menanggung upah dosa
  itu, dan Ia memberikan kehidupan kekal yang sebenarnya tidak layak
  kita terima. Itulah pengurbanan karena bersedia membayar harga demi
  keselamatan orang banyak. Kurban yang sejati bukan sekadar menabur
  benih kebajikan untuk menolong orang lain, tetapi kita juga akan
  menuai hasilnya pada saat yang kita tidak ketahui. Pengurbanan pada
  hari ini tidak akan pernah sia-sia pada hari esok.

  Diambil dari:
  Judul majalah: Bahana, Edisi Mei 2005, Volume 169
  Judul artikel: Pengorbanan Sejati atau Manipulasi
  Penulis: Jakoep Ezra
  Penerbit: Yayasan ANDI, Yogyakarta
  Halaman: 60 -- 61

Templat:Misi:Footer

Peralatan pribadi