pendeta dan politik praktis

ferian's picture

Sebentar lagi bangsa kita akan melaksanakan pemilu. Suatu moment dimana kita bisa memilih siapa yang akan memimpin kita 5 tahun ke depan, baik para legislator (yang disebut wakil rakyat) maupun presiden.

Yang mengusik perhatian kita adalah tampilnya banyak caleg dengan berbagai jualannya agar orang memilih mereka. Tentunya jualan tersebut dibarengi dengan janji-janji bahwa jika mereka dipilih, maka perubahan ke arah yang lebih baik akan segera terjadi. Terlepas dari apakah janji mereka memang dipenuhi setelah mereka terpilih, hal yang ingn saya soroti adalah fenomena banyaknya hamba Tuhan yang ikut terjun mencalonkan diri.

Menurut hemat saya, ketika seorang hamba Tuhan (Pendeta) mencalonkan diri sebagai seorang caleg, maka itu merupakan sebuah kegagalan, kegagalan gereja di Indonesia.

Para hamba Tuhan (Pendeta) yang notabene seharusnya mendidik umatnya untuk menjadi pribadi yang lengkap, justru maju bersaing dengan jemaatnya dalam memperebutkan kursi dewan. Bukankah ini sebuah fenomena yang menyedihkan? Bukankah ini menunjukkan kegagalan gereja? Kegagalan dalam pola pelayanan dan pembinaan umat? 

Terlepas dari apa motivasi para hamba Tuhan tersebut, seharusnya gereja adalah tempat mempersiapkan orang-orang Kristen yang siap pakai, orang-orang yang menjadi garam dan terang, orang-orang yang bisa menunjukkan kehidupan Kristus dalam diri mereka kepada dunia ini, dan tentunya orang-orang yang akan maju menjadi caleg untuk membawa perubahan yang signifikan di tengah bangsa ini. Tapi apa yang kita lihat sekarang? Seharusnya pendeta-pendeta bertugas di ranah mempersiapkan pemimpin-pemimpin (caleg), bukan justru malah terjun langsung menjadi caleg.

Asumsinya, ketika seorang anak buah tidak mampu melakukan suatu tugas, maka pemimpinnya yang akan turun tangan. Tapi jika anak buah tersebut selamanya tidak bisa melakukan tugasnya, berarti ada kesalahan. Mungkin kesalahan memang ada pada si anak buah tersebut. Tapi mungkin kesalahan justru ada pada si pemimipin, karena mungkin ia tidak mempersiapkan anak buahnya untuk melakukan tugas tersebut

Bagaimana dengan hamba Tuhan (pendeta)? Apakah ikut sertanya mereka dalam kancah politik praktis lebih disebabkan karena mereka merasa jemaatnya tidak mampu membawa perubahan kalau jemaat tersebut yang duduk di kursi dewan? Mungkin ada motivasi lain. Tapi kalau motivasinya karena si pendeta merasa bahwa hanya ia yang mampu membawa perubahan kalau ia duduk di kursi dewan, berarti kita sedang mengalami krisis kepemimpinan dalam gereja, dan ini berarti ada sesuatu yang salah dalam pembinaan jemaat kita di Indonesia.

Saya berharap akan muncul gereja-gereja yang mendidik umatnya untuk menjadi garam dan terang di tengah-tengah bangsa ini, dan para pendetanya akan konsentrasi mengupayakan hal tersebut dan bukannya justru sibuk berpolitik praktis.

Karena apa yang Kau percayakan kepadaku, itulah yang akan kulakukan.

Topic Blog: Bahan Renungan Alkitab

Keywords Blog: caleg, krisis, pemimpin

Comments

kegagalan gereja ?

TOLONG diuraikan, apa aja kegagalan gereja saat ini. hamba TUHAN itu apa atau siapa aja. ada berapa macam atau kategori pendeta dari mataNYA ?

ferian's picture

ranah kepemimpinan

Shalom..sorry selama ini saya tidak pernah buka2 in-christ lagi, so agak terlambat mgkn jawabnya.

Saya tidak pernah melakukan survey kegagalan gereja apa aja..jadi saya gak berani bilang dengan gmblang kegagalan gereja itu adalah: satu, dua, tiga dan seterusnya

Lagipula ranah yang saya sedang masuki dlm tulisan saya adalah kepemimpinan, bukan teologi, so yang saya soroti adalah fenomena majunya hamba-hamba Tuhan (dalam pemahaman saya waktu menulis tulisan tersebut adalah pendeta) yang Tuhan panggil untuk memperlengkapi umat.

Jika kita bertanya, kenapa para pendeta ingin jadi caleg, padahal seharusnya mereka melayani jemaat? Kemungkinan jawaban bisa dikategorikan atas 2 hal:Pertama, dia terpanggil, Kedua: ada ambisi pribadi.

Kalo kita pahami tentang panggilan, bukankah (dulu) mereka terpanggil untuk melayani umat (memperlengkapi gereja Tuhan agar menjadi dewasa dan siap menjadi garam dan terang dunia)? Jadi seharusnya, jika mengingat panggilannya, ia akan fokus mempersiapkan jemaatnya agar bisa menjadi pembela orang Kristen (duduk di dewan). Tapi jika pendeta dan jemaat bersaing untuk jadi anggota dewan, anda melihatnya sebagai apa? Apakah pendeta2 mendapat panggilan baru? Atau dia lupa panggilannya karena ada hal lain yang lebih menarik perhatiannya??? 

Bukan Kegagalan gereja.

Menurut saya sebenarnya tidak masalah, hamba Tuhan mencalonkan diri untuk menjadi caleg. Karena jika dilihat seberapa banyak gereja yang ditutup karena perizinan dan lainnya. Jika ada hamba Tuhan di jajaran pemerintahan khan bisa memperjuangkan aspirasi masyarakat/jemaat kristen terutama dalam hal beribadah dan menolak pembuatan peraturan yang memberatkan gereja / penutupan gereja.

ferian's picture

kepada hambaNya

Kenapa tidak mempersiapkan, melatih dan mendukung jemaat pak untuk melakukannya, kenapa harus hamba Tuhannya?? ini masalahnya..

 

gereja & tubuh kristus

gereja sejati dan tubuh kristus sejati dari mataNYA itu yang mana sih ?

alkitab yang paling benar itu yang mana,

perwujudan alkitab yang paling benar itu yang gimana ?

ferian's picture

tuk uang sangu

Sepertinya pertanyaan anda terlalu "sederhana" untuk track record anda yang sudah mengumpulkan banyak point di situs ini..

Anda bercanda atau  benar2 tidak tahu??

Pendeta menjadi Caleg, no problem

Seorang pendeta menjadi caleg (atau anggota dewan bila memang terpilih) tidaklah menjadi suatu batu sandungan bagi saya. memang beban yang akan dipikul y.b.s bakal sangat berat, namun bila sungguh suatu panggilan untuk menjadi garam dalam dewan legislatif maka go for it!

 

not surviving in truth is a vanity of vanities

pendeta dan politik praktis??? ihhh amit2

sory baru bergabung, tp sy akan memberikan beberapa alasan teologis menanggapi hal ini yang juga didukung dgn pemikiran Hans Kung dlm teologinya tetang "the priest for all believers". pertama, jabatan pendeta adalah otoritas khusus yg diberikan Tuhan kpd seseorng utk melayani dan bertanggung jawab kepada jemaat. kedua, jemaat adalah pemeggang otoritas umum yang juga subjek yang melayani dan yang berhak untuk menggugat pendeta jika pendeta tidak lagi melakukan kegiatan melayani.

persoalanya, kalau pendeta ada di ranah politik menjadi tidak logis karena jemaat di tempat politik berbeda dengan jemaat di gereja. pendeta tidak dapat memberikan pertanggung jawaban terhadap jemaat kalo ia ada di sana. apa lagi politik, yang hanya memntingkan partainya dibanding kepentingan umum.

 

jadi jawaban saya adalah basi, jika seorang pendeta pengen nimbrung di dunia politik. menurut saya dunia PENDETA dan politik praktis harus dipisahkan, tetapi kalo ia mau jadi caleg, ya jangan dilarang, TAPI jabatan pendetanya harus diCOPOT karena dia mau bertanggung jawab pada siapa d sana, tidak ada legitimasi jemaat kalo sewaktu2 iya korupsi, selingkuh, freeseks, penjilat, GILA kekuasaan, dll..