Emosi negatif yang membutuhkan suatu lontaran expresive dielaborasikan dengan suatu inspirasi solusi yang sifatnya destruktif. Ya.. menurut Lampat itu yang sedang marak terjadi.
Kebebasan itu bebas tetapi tetap terbatas. Kebebasan pers yang ada menjadi suatu tanggungjawab moril dan sosial yang tidak bisa disepelekan. Kejar setoran dan profit oriented menjadi alasan yang mudah diprediksi mengenai maraknya koran-koran atau surat kabar (dalam hal ini) yang nyentrik. Mulai dari yang berbau mistis, pornografi,sampai kasus-kasus remeh-temeh yang dibesar-besarkan dengan gaya tulisan yang demikian menggoda.
"Susah lihat orang senang ?, senang lihat orang susah?".Pernah dengar kalimat tersebut dalam sebuah iklan?. So..apakah modal pemahaman atas konsep mindset manusia tersebut yang menjadi senjata utama dalam melancarkan serangan-serangan marketing dalam dunia media, yang notabene menjaring pasar menengah ke bawah yang menjadi populasi makro dan komunitas inti bangsa ini.
Do great things expect nothing a.k.a nothing to lose.
*Filipi:
4:8 Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.
Pelajaran ala Lampat.
Media memiliki peran yang sentral dalam memutuskan, keputusan-keputusan tersebut bukanlah hal kecil, karena daya kontinuitas media yang cenderung unlimited.
Rata-rata manusia pada tahapan tertentu selalu terlibat secara emosional dibandingkan dengan rasio, padahal antara stimulan dan respon selalu terdapat ruang, ruang untuk berpikir jernih, dan merenungkan segala sesuatunya.Dalam hal ini kita bisa mecoba belajar dari Mazmur Daud, misalnya mengenai FUNGSI kata sela yang ada pada kitab Mazmur
SELA (dalam Bahasa Indonesia) alih-alih SELAH (dalam Bahasa Inggris) atau CALAH (bahasa Ibrani) sering kita jumpai dalam kitab Mazmur, lebih tepatnya ada 71 ayat dalam Kitab Mazmur dan 3 ayat dalam Kitab Habakuk yang memuat kata SELA. Arti kata ini adalah diam sejenak atau pause. Namun dapat juga diartikan diam dan mendengarkan.
(3:1) Mazmur Daud, ketika ia lari dari Absalom, anaknya.
(3-2) Ya TUHAN, betapa banyaknya lawanku! Banyak orang yang bangkit menyerang aku;
(3-3) banyak orang yang berkata tentang aku: "Baginya tidak ada pertolongan dari pada Allah."
Sela
(3-4) Tetapi Engkau, TUHAN, adalah perisai yang melindungi aku, Engkaulah kemuliaanku dan yang mengangkat kepalaku.
Di ayat 1-3 terlihat Daud seperti “mengeluh” alias “mengoceh” pada Tuhan, namun setelah kata SELA, kata-kata Daud langsung berubah menjadi kata-kata positif dan menunjukkan kepercayaan kepada Allah. Dari sini kita melihat bahwa SELA (baca: berdiam diri di hadapan Tuhan) memiliki peranan penting dalam mengubah cara Daud dalam berpikir tentang masalahnya.
Berdiam dirilah, ambil nafas panjang dan tenangkan diri, setelah itu baru BERSUARA, itulah yang sebaiknya media lakukan.
Sobat ICN, sudah bijaksana dan konkritkah secara umum peran media dalam membangun negeri ini ?