Pada zaman sekarang, teologia kaum awam dalam banyak hal haruslah juga merupakan teologia untuk kaum awam, sebab jika istilah "kaum awam" diartikan seluas-luasnya, maka itu merangkum bukan saja anggota-anggota biasa yang sudah aktif/giat dan cerdas rohani dalam Gereja. Itu merangkum juga setiap orang, laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, orang terkemuka dalam masyarakat dan orang biasa, orang yang berpendidikan dan tidak berpendidikan, pendeknya setiap orang yang menjadi anggota Gereja.
Rasul Paulus dalam surat-suratnya juga mempunyai sikap seperti itu. Ia berpaling kepada "jemaat-jemaat", yang terdiri dari orang-orang yang baru bertobat, dan sebagai gembala dan pendiri dari jemaat- jemaat yang muda dan baru ini, Paulus langsung menangani persoalan- persoalan, penyelewengan-penyelewengan, dan kebingungan-kebingungan mereka. Dengan berbuat itu ia memperkenalkan secara mendalam kepada mereka tentang realitas Allah sepenuhnya di dalam Kristus dan dunia baru, kebenaran, nilai dan kekuasaan yang dibayangkannya, sambil menyelinginya dengan banyak nasihat tentang pikiran-sehat Kristen. Ia berbuat seperti itu tanpa menghiraukan kenyataan bahwa ia berhadapan dengan orang-orang yang "lemah" dan "kuat", orang-orang yang "hina" dan "direndahkan" di dunia ini, orang-orang yang "bijak" dan "penyombong", dan "bayi-bayi" di dalam Kristus. Ia malahan senang berbuat begitu, sebab mereka semua bersama-sama merupakan "Gereja", tempat pemerintahan dan kekuasaan Kristus dan Roh-Nya.
Tempat pemerintahan dan kekuasaan Kristus dan Roh-Nya itu adalah faktor yang menentukan, bukan besar-kecilnya pengertian yang dimiliki oleh orang-orang Kristen. Yang harus kita ingat dalam hubungan ini ialah kaum awam sebagaimana adanya, bukan kaum awam "pilihan". Sering ada, terutama di kalangan orang-orang yang berusaha keras menempatkan masalah kaum awam itu dalam perspektif yang sebenarnya, suatu kecenderungan untuk hanya berpikir tentang kaum awam "pilihan". Tentu, ada segolongan kecil tertentu kaum awam yang mempunyai kelebihan dibandingkan orang-orang lain dalam hal kebudayaan dan pendidikan, atau mempunyai kedudukan penting dalam berbagai bidang kehidupan, dan mereka ini, jika hal ini benar-benar ditempatkan di bawah pemerintahan Kristus, mempunyai arti istimewa. Tapi prinsip dasarnya tetap, yakni bahwa seluruh kaum awam itu, dari golongan dan corak yang mana pun, kaum awam "pilihan" dan kaum awam biasa, keduanya sama-sama dipanggil.
Contoh dari Alkitab ini harus menjadi dasar peraturan-peraturan kita. Dalam banyak hal situasi kita sekarang sama dengan situasi jemaat mula-mula. Kaum awam, anggota-anggota biasa Gereja, sebagian besar tidak banyak tahu atau buta huruf secara rohani. Adalah sangat tidak realistis berpikir bahwa sebagian besar dari kaum awam itu mempunyai pengertian yang cukup mengenai arti yang dalam dan luas tentang istilah-istilah teologia, seperti penebusan, pendamaian, Kerajaan Allah, pengampunan dosa, kebodohan Salib, dll.. Buta huruf rohani ini mungkin berbeda-beda di berbagai negara atau Gereja. Contoh yang paling baik barangkali ialah Amerika, mungkin karena orang-orang di negara itu mempunyai kebiasaan baik untuk menyelidiki hal-hal seperti itu. Pada tahun 80-an di Amerika terjadi kebangkitan agama, yaitu orang-orang kembali lagi ke gereja-gereja, suatu kebangkitan yang belum ada taranya dalam sejarah negara itu. Untuk menjelaskan apa yang kita maksud dengan "buta huruf rohani" dengan implikasi-implikasinya yang terdapat di Gereja-gereja di mana-mana, kita akan mengutip dari buku W. Herberg yang berjudul: "Protestant, Catholic, Jew", halaman 14-15.
"Selama lima tahun, antara tahun 1949 sampai tahun 1953, penyebaran Alkitab di Amerika Serikat meningkat 140%, mencapai puncak tertinggi dengan tersebarnya 9.726.391 buah Alkitab setahun. Rupanya orang- orang membeli dan menyebarkan Alkitab dalam jumlah yang tiada taranya. Selanjutnya, empat per lima dari orang-orang dewasa Amerika berkata, mereka percaya bahwa Alkitab adalah firman Allah yang dinyatakan dan bukan hanya 'suatu karya sastra yang bagus'. Namun demikian, kalau orang-orang ini diminta menyebutkan 'nama-nama dari keempat buku pertama Perjanjian Baru', 53% dari mereka tak dapat menyebutkan satu pun. Kurang tepat kalau dikatakan bahwa Alkitab memasuki hidup dan pikiran orang Amerika walaupun mereka menganggap Alkitab sebagai firman yang diilhamkan oleh Allah dan mereka membeli dan menyebarkan Alkitab dengan giat .... Orang-orang yang menggabungkan diri dengan Gereja dan turut ambil-bagian dalam kegiatan-kegiatan Gereja, mereka adalah orang-orang jujur dan pandai, orang yang sungguh-sungguh dalam agamanya. Tapi pikiran keagamaan, perasaan dan perbuatan mereka tidak mempunyai hubungan yang jelas dengan iman mereka." Inilah "keberagamaan dalam konteks sekuler". Kutipan ini, yang walaupun tentunya menggambarkan keadaan di Amerika, membantu kita menjelaskan bahwa theologia kaum awam, haruslah juga teologia untuk kaum awam, suatu pembuka mata terhadap apa sebenarnya yang dimaksud dengan iman Kristen dan Gereja./P>
Jadi, teologia kaum awam haruslah sederhana, tanpa soal-soal teknis dari teologia profesional [*]. Bagaimanapun juga, teologia seperti itu adalah teologia, sebab setiap pemikiran Kristen tentang arti dan tempat Penyataan dan iman Kristen adalah teologia. Jadi, teologia bukanlah monopoli dari suatu golongan tertentu, tapi urusan dari setiap orang Kristen [**].
Ucapan-ucapan realistis ini kita jadikan sebagai kata pendahuluan untuk membuat bagan singkat dari suatu teologia kaum awam yang akan membuat kita menyadari situasi kita yang paradoks ini. Di satu pihak, titik yang paling strategis dalam suatu usaha yang sungguh- sungguh untuk mengadakan pembaharuan dan reformasi dalam Gereja ialah kaum awam, kaum awam seluruhnya dan bukan hanya kaum awam "pilihan". Pada pihak lain, ditekankan juga bahwa kaum awam biasa yang beragam bentuk dan coraknya, pada umumnya boleh dikatakan merupakan golongan yang tidak becus, sebab golongan ini dianggap buta huruf secara rohani. Namun begitu, contoh yang diberikan Tuhan Yesus dalam Injil-injil dan cara kerja Paulus seperti yang terlihat dalam surat-suratnya, merupakan dorongan bagi kita untuk menerima situasi yang paradoks ini, dan untuk mengerti bahwa dari sudut Injil hal itu justru tidak paradoks sama sekali.
Kalau anggota-anggota biasa Gereja secara sistematis diperlakukan sebagai anggota-anggota yang tidak dewasa, maka mereka akan tetap tidak dewasa. Dalam pasal dua buku ini kita sudah membuat hal ini jelas. Adalah fakta iman, inherent dalam kehadiran Kristus dan Roh- Nya dalam Gereja, dan juga fakta pengalaman bahwa Kristus dapat menciptakan dari segala macam orang, baik laki-laki dan perempuan, untuk menjadi orang-orang yang bebas dan bertanggung jawab, yang tahu bahwa mereka dipanggil. Asal saja apa yang dikatakan kepada mereka dikatakan atas dasar iman yang sungguh-sungguh, atas dasar kehadiran Kristus dan Roh-Nya dalam Gereja.
i daerah-daerah yang disebut daerah-daerah pengabaran Injil di luar negeri, jemaat-jemaat baru yang hidup dan yang kerohaniannya tinggi, dibangun dari orang-orang yang dulunya benar-benar tidak dewasa dan tidak tahu apa-apa. Tentu masih banyak orang yang harus diberi "susu", bukan "daging", tapi perbedaan ini diadakan bukan untuk membenarkan tidak disebutkannya dengan jelas siapa sebenarnya orang awam secara prinsip -- yakni pelayan-pelayan Kristus dan untuk tujuan apa mereka dipanggil -- orang-orang yang dengan sepenuh hati menjadi anggota persekutuan besar dalam Kristus. Ini bukanlah suatu penyimpangan dari prinsip kita, sebab masih merupakan kebiasaan umum dalam kehidupan Gereja untuk mendekati anggota-anggotanya yang beraneka ragam itu atas dasar perkiraan, kemauan, ketidakmauan atau ketidaksanggupan mereka dan bukan atas dasar kenyataan bahwa mereka dipanggil.
Catatan Kaki:
[*] Kita berkata seperti itu bukan untuk merendahkan teologia profesional, yang jika digali terus, bukan untuk kepentingan teologia itu sendiri, tapi untuk kepentingan Gereja, mempunyai faedah yang tidak ternilai besarnya. Namun selalu ada bahaya bahwa teologia profesional itu menjadi momok yang menjengkelkan bagi kaum awam, dan memperdalam perasaan tidak mampu dalam diri mereka.
[**] Kita merasa kecewa sebab Congar dalam bukunya dengan tegas berkata (hlm. 430): "Teologia dalam arti kata yang sesungguhnya adalah 'savoir de pretres', sebab kaum awam tidak dimasukkan ke dalam tradisi dogmatik Gereja seperti imam-imam. Sumbangan kaum awam terhadap teologia dinilai lebih rendah, bukan karena pengetahuan dan kemahiran yang lebih sedikit (pengetahuan dan kemahiran seperti itu dimiliki oleh ahli-ahli teologia profesional), tapi karena 'status' mereka dalam Gereja."
Sumber diambil dan diedit dari :
Judul Buku : Theologia Kaum Awam
Judul Asli Artikel : Seluruh Anggota Gereja
Penulis : Dr. H. Kraemer
Penerbit : BPK Gunung Mulia, Jakarta 1985
Halaman : 74 - 78