Kis.8:9-23
Seorang yang bernama Simon telah sejak dahulu melakukan sihir di kota itu dan mentakjubkan rakyat Samaria, serta berlagak seolah-olah ia Seorang yang sangat penting. Semua orang, besar kecil, mengikuti dia dan berkata: "Orang ini adalah kuasa Allah yang terkenal sebagai Kuasa Besar." Dan mereka mengikutinya, karena sudah lama ia mentakjubkan mereka oleh perbuatan sihirnya...Ketika Simon melihat, bahwa pemberian Roh Kudus terjadi oleh karena rasul-rasul itu menumpangkan tangannya, ia menawarkan uang kepada mereka, serta berkata: "Berikanlah juga kepadaku kuasa itu, supaya jika aku menumpangkan tanganku di atas seseorang, ia boleh menerima Roh Kudus." Tetapi Petrus berkata kepadanya: "Binasalah kiranya uangmu itu bersama dengan engkau, karena engkau menyangka, bahwa engkau dapat membeli karunia Allah dengan uang. Tidak ada bagian atau hakmu dalam perkara ini, sebab hatimu tidak lurus di hadapan Allah. Jadi bertobatlah dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni niat hatimu ini; sebab kulihat, bahwa hatimu telah seperti empedu yang pahit dan terjerat dalam kejahatan."
Siapapun yang membaca perikop Alkitab terkutip di atas, pasti merasa geli dengan sikap Simon si tukang sihir atau nama bekennya sekarang Simon illusionis. Menurut catatan Alkitab, ia telah lama berlagak sebagai orang hebat dan telah memukau banyak orang di kota Samaria.
Sejak muncul Filipus, ketenarannya menurun. Terlebih lagi setelah kedatangan Petrus dan Yohanes, posisinya tersingkir jauh sekali. Perasaannya hampir mirip dengan perasaan kalangan pesulap, aktris atau aktor, olah ragawan, bahkan penginjil dan pendeta yang haus puja-puji orang. Kelompok profesi tersebut di atas rentan terpancing untuk meningkatkan popularitas diri dengan cara apa saja jika suatu ketika merasa sudah mulai ditinggalkan pengagum.
Simon merasa perlu meng-upgrade dirinya dari tukang sihir menjadi “rasul” dengan jalan pintas. Simon ini bukan orang asing dalam jemaat Samaria, melainkan orang yang telah bergabung menjadi anggota (ayat 13), bahkan aktif sekali ke gereja.
Tetapi jelas Simon menggabungkan diri bukan karena bertobat, melainkan karena kagum melihat mujizat yang dilakukan oleh Filipus yang lebih hebat darinya. Penulis pernah mendengar ada dukun yang menjadi Kristen karena gagal menyantet pendeta, karena kagum pada kehebatan ilmu yang dimiliki sang pendeta, ia menjadi Kristen. Kalau dalam ilmu hitam, sebenarnya ia berguru kepada sang pendeta karena ilmunya masih kalah.
Ada banyak orang yang datang ke gereja, bahkan menyerahkan diri untuk dibaptis seperti Simon karena kagum pada pendeta pembuat mujizat. Mereka tidak tahu tentang doktrin keselamatan dan tidak pernah bertobat, melainkan kagum pada kuasa “Yesus” yang digembar-gemborkan sang pendeta.
Sesungguhnya inilah sebabnya pada akhir zaman ini Tuhan tidak memakai mujizat untuk memberitakan Injil, melainkan hanya untuk mengukuhkan kemesiasanNya. Dan Ia memberitahukan kita bahwa pada akhir zaman iblis akan menjadikan metode ini sebagai metode primadonanya untuk menghimpun masa dan menyesatkan mereka (Mat.24:2328).
Pada masa awal kekristenan, yaitu masa sebelum proses pewahyuan ditutup, Allah pernah memakai mujizat sebagai tanda peneguhan Injil yang diberitakan mereka (Mrk.16:20). Simon tukang sihir adalah hasil penginjilan dengan mujizat, yaitu Kristen tanpa pertobatan. Tentu ada yang sungguh-sungguh bertobat, namun sangat sedikit karena orang yang datang bukan mencari kebenaran melainkan ingin melihat dan merasakan mujizat. Tentu bukan monopoli metode mujizat saja yang akan menghasilkan Kristen tanpa pertobatan. Masih ada banyak, misalnya dengan menggembar-gemborkan berkat materi, memakai artis dan selebritis lain untuk memukau hadirin. Semua metode ini rentan menghasilkan Kristen tanpa pertobatan, karena tidak menonjolkan kebenaran.
Kristen-kristen tanpa pertobatan tersebut pada umumnya akan terlibat juga dalam pelayanan sebagaimana Simon tukang sihir terlibat pelayanan di jemaat Samaria. Siapakah yang bisa tahu kesungguhan pertobatan mereka kalau bukan seorang Rasul.
Sama halnya dengan Kristen-kristen tanpa pertobatan zaman sekarang tidak ada yang tahu kondisirohanimereka.Yang terlihat oleh mata jasmani manusia hanyalah hal-hal yang terekspresi keluar melalui kehidupan mereka.
Sudah menjadi Kristen,tetapi tetap masih bisa melakukan hal-hal okultis, masih sangat gemar hal-hal okultis bahkan bersaksi dengan berkobar-kobar hal-hal yang kalau menurut Rasul Paulus disebut saja seharusnya malu, misalnya pernah bunuh orang, menyantet orang, menangkap roh orang dan lain sebagainya. Seharusnya orang yang telah bertobat akan sungguh-sungguh menyesal karena telah melakukan semua itu dan berubah total sehingga tidak mau menyebut-nyebut hal-hal demikian lagi. Coba dibayangkan kalau seorang play-boy bertobat lalu ia disuruh menceritakan pengalaman cara-cara ia memperlakukan wanita di atas ranjang.
Itukan tidak masuk akal sama sekali. Tetapi biasanya mereka dijadikan komoditas oleh “pendeta gadungan” untuk bersaksi sebelum ia berkhotbah atau untuk menyemarakkan suasana kumpulan Kristen tanpa pertobatan yang suka mendengar kesaksian daripada mendengarkan khotbah doktrinal.
Mengamati sikap Simon tukang sihir yang mau membeli kuasa kerasulan, penulis jadi teringat pada banyak pelayan Tuhan jaman sekarang yang gila jabatan dan gila hormat. Ada yang merebut jabatan orang dengan cara menjilat dahulu dan kemudian setelah memiliki posisi, sang pemimpin yang tadinya sangat berjasa padanya ditendang. Ada banyak kisah gembala jemaat yang dikudeta oleh penginjil atau majelis yang tadinya adalah orang yang sangat disayang oleh korbannya
Membeli kuasa kerasulan juga merupakan kasus yang hampir sama dengan yang banyak terjadi belakangan ini.Ada yang kuliah saja tidak pernah, tiba-tiba di depan namanya sudah memakai gelar doktor. Ada juga yang mendapatkan S.Th. saja oleh belas kasihan karena pelajaran-pelajaran utama tidak memenuhi standar, namun tiba-tiba bukan hanya satu gelar doktor melainkan lebih.
Tindakan membeli gelar ini tujuannya tentu supaya kedengaran lebih keren, atau lebih dihormati, atau lebih berwibawa. Simon tukang sihir juga berpikiran sama, setelah ia melihat Petrus dan Yohanes sedemikian dihormati oleh Filipus, padahal Filipus saja sudah sangat terhomat di pandangan Simon. Mungkin ia berpikir kalau ia memiliki kuasa seperti Petrus, maka berarti ia telah di atas Filipus.
Demikian jugalah banyak orang memandang gelar pendidikan. Padahal jika memiliki gelar S.Th. (Sarjana Theologi) namun tidak memiliki pengetahuan setingkat itu seharusnya adalah keadaan yang memalukan. Apalagi berani-berani menyandang gelar doktor tanpa memiliki pengetahuan doktor. Bukankah lebih baik tanpa gelar doktor namun memiliki pengetahuan doktor daripada sebaliknya?
Apakah yang ada di benak Simon tukang sihir ketika ia menawarkan duit kepada Petrus untuk membeli kuasa kerasulan? Untuk sekedar bergaya? Bisa jadi, terbukti hari ini juga banyak orang Kristen bahkan “pelayan Tuhan” yang sangat mementingkan gaya.
Banyak orang Kristen tidak berusaha hidup secukupnya melainkan sampai berhutang karena besar pasak daripada tiang hanya karena mau ikut-ikutan bergaya. Padahal firman Tuhan dengan tegas mengajarkan agar kita tidak berhutang (Rom.13:8).
Tetapi bisa jadi Simon tukang sihir ingin memakai kuasa itu untuk mencari duit. Ada banyak “pelayan Tuhan” sempat membuat orang kaya trauma kedatangan pelayan Tuhan di kantornya karena kerjanya hanya meminta sumbangan dan menjilat-jilat untuk mendapatkan sumbangan. Dan ada yang memakai posisinya untuk menggaruk keuntungan dengan menggembar-gemborkan bahwa ia memiliki kuasa untuk memberkati orang, atau memberikan doa berkat.
Penulis pernah mendengar cerita dari seseorang bahwa keponakan seseorang berpacaran dengan seorang “penginjil” muda. Dan ketika ia melihat “penginjil” tersebut yang adalah pacar keponakannya gonta-ganti pacar, tante ini coba menegur sang “penginjil” tersebut. Tetapi jawaban yang sangat mengagetkan dari “penginjil” tersebut ialah, “kamu jangan macam-macam, nanti saya kutuk kamu!”
Simon tukang sihir ingin memiliki kuasa yang bisa dipakai untuk menunjukkan siapa dia, bahkan bisa mengutuk orang yang menegurnya. Orang-orang demikian, seandainya memiliki kuasa, sudah jelas bukan kuasaTuhan melainkan kuasa iblis yang memang bersifat destruktif, egois dan jahat.
Seorang Kristen dari latar belakang Muslim bercerita bahwa seorang “pendeta” membawanya ke suatu pelayanan dan menjadikan latar belakang pertobatannya sebagai bumbu khotbahnya dengan bercerita bahwa setelah didoakannya ada jarum berjatuhan dari tubuhnya. Pada perjalanan pulang si Kristen baru itu berkata, “pak Pendeta, dari tubuh saya kan tidak ada jarum berjatuhan, mengapa bapak bercerita yang tidak ada?” Tetapi jawab pendeta itu, “saya sengaja mengsugesti mereka.” Konyol, bukan? Banyak orang tidak menyadari bahwa sebenarnya ada banyak “Simon” ilusionis gentayangan di pelayanan kekristenan. Bahkan mereka telah menjadikan mimbar sebagai tempat pertunjukan mereka. Tangan mereka sengaja digetar-getarkan, suara mereka juga digetar-getarkan atau mungkin digetar-getarkan oleh roh sihir dan isi kesaksian mereka banyak yang bohong belaka. Bahasa lidah mereka jelas bukan dari Tuhan, karena mereka tidak malu-malu menyelenggarakan acara belajar atau latihan berbahasa lidah.
Karena terindoktrinasi bahwa yang belum bisa berbahasa lidah (ngeroh) itu belum memiliki Roh Kudus, maka sebagiannya memang kerasukan roh (pasti bukan Roh Kudus), dan sebagian lagi ikut-ikutan agar terdengar ngeroh, hebat, dan dianggap punya Roh Kudus, harus berusaha mengucapkan sesuatu yang orang lain tidak mengerti.
Pembaca yang dikasihi Tuhan, tulisan ini dimaksudkan agar orang Kristen mewaspadai “Simon” ilusionis abad ke-21. Hal tersulit namun terpenting untuk dilakukan pada akhir zaman ialah mendeteksi para “Simon” ilusionis berpraktek di gereja-gereja. Terutama pada zaman ketika menjadi Kristen tidak akan kehilangan kepala kita melainkan akan mendapatkan nama. Apalagi kalau menjadi Kristen dikatakan akan mendapat berkat, menjadi kaya dsb..
Pertama Petrus menyatakan bahwa “hati Simon tidak lurus di hadapan Allah” (ayat 21). Kemudian Petrus menyatakan bahwa hati Simon telah seperti empedu yang pahit (23), dan terjerat dalam kejahatan. Simon tukang sihir dari Samaria ternyata aktif di gereja.
Siapapun yang digembalakan, atau terjerembab ke dalam kumpulan “Simon” ilusionis ini pasti akan binasa, karena Petrus berkata bahwa Simon akan binasa kalau ia tidak segera bertobat. Bertobatlah, bukan marah karena marah akan semakin mengukuhkan diri anda benar-benar “Simon” tukang sihir abad- 21.***DL
Sumber: PEDANG ROH Edisi 42 Tahun X Januari-Februari-Maret 2005
Comments
Sungguh memberkati
Thu, 24/12/2009 - 05:41 — joshTerima kasih atas tulisan dibawah. Sungguh memberkati.
Sebagai jemaat biasa, kadang kita sulit membedakan antara simon tukang sihir dengan Simon Petrus. Mana yang sungguh2x melayani Tuhan Jesus dan mana yang mencari popularitas.
Mungkin ada rekan-rekan pembaca yang bisa memberi uraian mengenai hal ini.
Tuhan Jesus memberkati... amin.