Sekolah minggu adalah sekolah sederhana yang biasanya diadakan di gereja-gereja yang bertujuan mengajarkan kepada anak-anak agar mereka mengerti tentang Firman Tuhan.
Daftar isi |
Menurut sejarah, konsep Sekolah Minggu berawal dari Inggris di tahun 1780 dibawah seorang guru bernama Robert Raikes. Pada awalnya, Sekolah Minggu adalah merupakan sebuah sekolah sederhana untuk anak-anak miskin belajar menulis dan membaca, sehingga mereka bisa mengerti apa yang tertulis didalam Alkitab. Pelajaran tersebut juga termasuk menghafal ayat-ayat tertentu dan lagu-lagu rohani. Konsep ini ternyata sangat berhasil dan diikuti oleh banyak gereja. Kemudian suatu gerakan pendidikan muncul akibat dari Sekolah Minggu ini. Orang-orang semakin ingin belajar untuk membaca dan menulis.
Di Amerika, seorang Uskup dari gereja Methodist bernama Francis Asbury (1745-1816) menerapkan konsep dari Robert Raikes tersebut.
Sebagai seorang misionaris pada tahun 1771 di Amerika, ia mulai menginjil dengan metoda "Circuit Rider" yang dipelajarinya dari John Wesley. Pada tahun 1786, di Virginia, untuk pertama kalinya sebuah Sekolah Minggu yang modern dimulai.
Perkembangan Sekolah Minggu kemudian menjadi lebih pesat dengan adanya dukungan dari Lembaga Pendidikan Kristiani Dunia (The World Council of Christian Education), sebuah institusi internasional yang didirikan pada tahun 1947. Institusi ini juga yang mempromosikan berbagai pelatihan dan kurikulum pengajaran Sekolah Minggu.
Berikut ini dasar Alkitab dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru mengenai pelayanan sekolah minggu. [1]
Dari para misionaris yang pergi melayani ke negara-negara Asia, akhirnya pelayanan anak melalui Sekolah Minggu juga hadir di Indonesia.
Berikut beberapa dugaan perkembangan pelayanan sekolah minggu di Indonesia. Masih dugaan karena memang tidak ada catatan resminya bagaimana sekolah minggu di Indonesia mulai berkembang.[2]
MEBIG merupakan singkatan dari Memory, Bible, Game[3], pertama kali ditemukan oleh Pdt. Masatoshi "Gonbei" Uchikoshi dari Gereja Ai Ling, Sapporo, Hokkaido, Jepang sekitar 1985.[4] Pada saat itu masalah yang dirasakan adalah gereja mengabaikan pelayanan terhadap anak, gereja tidak menyenangkan bagi anak dan anak-anak tidak dilatih untuk melayani. Dan ternyata masalah ini juga merupakan masalah pada banyak gereja[4]. Selama program ini diterapkan dalam gereja, gereja bertumbuh 10 kali lipat. Melihat hal ini, gereja-gereja di negara lain seperti Korea, Taiwan, Hong Kong, dan Indonesia mulai mengikuti model belajar ini yang diterapkan dalam pelayanan Sekolah minggu.[5]. Di Indonesia, MEBIG diperkenalkan oleh Sudi Ariyanto, yang kemudian menamai lembaganya dengan nama MEBIG Indonesia.[6]
Artikel ini adalah suatu tulisan rintisan. Anda dapat membantu mengembangkannya. |