MOTIVASI MENDORONG GURU BERJUANG UNTUK MENCAPAI VISI
Seorang guru dikenal dekat dengan murid-muridnya, bahkan ia sangat
sering berkunjung ke rumah setiap muridnya. Guru tersebut sangat
dicintai anak-anak karena ia selalu rajin membuat berbagai kegiatan
kreatif di kelas. Tentu saja, apa yang ia lakukan mengesankan banyak
guru sehingga mereka bertanya: "Apa motivasi pelayananmu?" Ia
menjawab, "Motivasi pelayanan saya adalah ingin memberikan
persembahan pelayanan yang terbaik bagi Tuhan karena Tuhan Yesus
juga sudah memberikan persembahan yang terbaik bagi saya, yaitu
diri-Nya sendiri, sampai mati di kayu salib."
Jadi, apa motivasi itu? Motivasi adalah hal-hal yang mendorong
seseorang bersedia melayani Tuhan untuk mencapai visi yang Tuhan
berikan kepada kita. Motivasi menjadi "motor" untuk mencapai tujuan.
BERBAGAI MOTIVASI GURU DALAM MELAYANI TUHAN
Guru yang satu dengan guru yang lain bisa memiliki motivasi berbeda.
Tetapi asal motivasinya benar, semuanya itu menjadi pendorong yang
membangkitkan semangat melayani sampai mencapai tujuan (visi).
Ada tiga golongan motivasi.
Contoh motivasi-motivasi yang kurang berkualitas, yang mungkin
dimiliki seorang guru adalah ia mengajar sekolah minggu karena
alasan-alasan sebagai berikut.
Semua itu adalah motivasi yang baik, tidak salah, namun sifatnya
sangat "jangka pendek", tidak kuat dan mudah patah/hancur karena
kurang berkualitas. Boleh dikatakan motivasi itu "dangkal" dan tidak
mendalam. Karena itu, diperlukan motivasi yang lebih berbobot dan
berkualitas, yang disebut motivasi rohani.
Motivasi rohani merupakan pendorong pelayanan yang berkualitas.
Seorang guru sekolah minggu perlu memiliki motivasi rohani, yaitu
motivasi pelayanan yang tidak sekadar karena hal-hal jangka
pendek dan dangkal, tetapi motivasi yang bersifat jangka panjang
dan berakar kuat pada iman. Misalnya seperti di bawah ini.
Ingin mengucap syukur dengan membalas kebaikan Kristus yang
sudah rela mati di salib baginya. Sekalipun kita terbatas,
tapi ungkapan syukur ini dipersembahkan dengan sepenuh hati
dan tulus.
Ingin memberikan persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang
berkenan kepada Allah (Roma 12:1-2) melalui ladang pelayanan
anak.
Menjawab panggilan Tuhan untuk ikut menderita sebagai seorang
prajurit Kristus (Filipi 1:29) yang berjuang bersama kuasa
Kristus untuk merebut jiwa-jiwa itu dari tangan Iblis.
Rela setia melayani sampai mati seperti teladan Kristus yang
telah bersedia mati bagi manusia (Wahyu 2:10).
Menjadi "kepanjangan tangan" Kristus yang membentuk para
murid menjadi pelaku-pelaku firman dalam hidup sehari-hari.
Ingin ikut membina dan membentuk anak-anak Allah agar mereka
siap menjadi orang-orang percaya yang penuh iman, dan hidupnya
menjadi kesaksian dan pelayanan bagi kemuliaan nama Tuhan.
Motivasi-motivasi ini berbobot karena berdasarkan kasih kepada
Kristus yang sudah mati bagi kita. Sebagai persembahan dan
ungkapan syukur atas karya Kristus dalam hidup kita. Dari
penghayatan akan kasih dan pengorbanan Kristus itulah motivasi
rohani berakar, bertumbuh, dan terwujud dalam ungkapan syukur,
yang diungkapkan dalam bentuk pelayanan kepada anak-anak.
Bandingkan motivasi rohani dengan motivasi yang kurang berkualitas.
Motivasi yang dangkal seperti contoh-contoh sebelumnya memang dapat
menjadi titik awal perjumpaan kita dengan sekolah minggu, sebagai
awal di mana kita berkenalan dengan dunia sekolah minggu. Sebagai
motivasi awal, motivasi-motivasi tersebut boleh-boleh saja, tetapi
harus segera diganti (disempurnakan dan dilengkapi) dengan motivasi
rohani. Tanpa motivasi rohani, seorang guru hanya akan bertahan
beberapa saat. Kalaupun ia bertahan, biasanya pelayanannya penuh
masalah dan mudah patah di tengah jalan karena akar motivasinya
begitu dangkal. Ia biasanya kurang bersemangat dan kurang total
memberi diri untuk pelayanannya.
Motivasi yang bengkok dapat dipakai Tuhan, asal ....
Ada guru-guru tertentu memulai pelayanannya dengan motivasi yang
bengkok, misalnya ia datang ke sekolah minggu (mungkin menjadi
guru/guru bantu) karena:
Sebagai titik awal kehadiran guru di kelas, motivasi tersebut
tidak salah sama sekali karena masih dapat diperbaiki. Motivasi
yang bengkok seperti ini masih dapat dipakai Tuhan, asal ia mau
bertobat dan mengganti motivasinya dengan motivasi rohani yang
berbobot.
Jika ia tetap dengan motivasinya yang bengkok, guru semacam ini
biasanya tidak bertahan lama. Ia akan cepat kecewa dan
meninggalkan pelayanannya.
Motivasi mewarnai sepak terjang pelayanan.
Jika kita memiliki motivasi rohani, hal itu akan mewarnai sikap
pelayanan kita. Seperti keyakinan kedua belas rasul dan Rasul
Paulus dalam pelayanan yang tidak mengenal lelah, bahkan rela
mati menjadi martir, atau rela menderita seperti ditunjukkan
kedua belas murid, dan orang-orang percaya dalam kehidupan gereja
mula-mula dan dalam sejarah gereja sepanjang abad. Kerelaan
menderita dan setia sampai mati itu pastilah didorong oleh
motivasi rohani dalam pelayanan.
APAKAH MOTIVASI ANDA MENJADI GURU SEKOLAH MINGGU?
Jika pertanyaan ini ditujukan kepada Anda, apa jawaban Anda? Tentu
saja yang dimaksud bukanlah motivasi pertama datang ke sekolah
minggu, melainkan apa motivasi saat ini. Mungkin motivasi pertama
kita datang ke sekolah minggu bisa saja salah, bengkok, atau tidak
berkualitas. Akan tetapi, sudahkah saat ini Anda memiliki motivasi
rohani sebagai dasar pelayanan Anda?
Motivasi demi Yesus.
Suatu hari, saya melihat gembala sidang menangis tersedu-sedu
saat melihat sebuah pergelaran drama Paskah berjudul "Demi Yesus
di Gereja Kami". Drama tersebut mengisahkan pengorbanan Yesus.
Saya terkesan karena sebagai pendeta senior, ia tidak malu
menangis tersedu-sedu di gereja. Akhirnya, saya tahu mengapa ia
menangis.
Pertama, ia merasa tidak layak melayani Tuhan yang sudah
mengasihinya, bahkan sampai mati di kayu salib.
Kedua, ia merasa "bersalah" tidak dapat melayani Tuhan dengan
baik seperti pelayanan Tuhan kepada dirinya. Ia tetap merasa
penuh dosa dan gagal melakukan firman Tuhan dalam hidupnya dan
dalam hidup warga jemaatnya.
Ketiga, sebagai pendeta ia melihat keteladanan penderitaan Yesus
dalam pelayanan-Nya, sampai darah mengucur dan mati demi
mengasihi manusia. Sementara penderitaannya sebagai pendeta belum
seberapa, barulah sebatas mengucurkan keringat, waktu, tenaga,
dan uang.
Ketiga motivasi rohani inilah yang membuat ia dikuatkan lagi
untuk melayani Yesusnya, demi Yesus ..., ya demi Yesus aku
relakan semua ..., bila perlu sampai pengorbanan darah, sampai
mati ... demi Yesus ....
Sudahkah kita memberikan yang terbaik bagi Dia yang sangat
mengasihi kita?
Motivasi cinta pada Yesus.
Jonathan Edward bertanya kepada para calon pengabar Injil di
Cina, "Apa motivasimu menjadi pengabar Injil?" Sebagian menjawab,
"Karena saya ingin mempersembahkan jiwa-jiwa bagi Yesus." Jawab
Jonathan Edward, "Tidak cukup!" Terhadap pertanyaan yang sama
sebagian lagi menjawab, "Saya ingin membawa Injil bagi sesama."
Yang lain lagi, "Saya ingin mengabarkan jalan keselamatan kepada
sesama." "Saya ingin bersaksi tentang Yesus Juru Selamat." Tetapi
semua jawaban tersebut ditanggapi Jonathan Edward dengan berkata,
"Tidak cukup! Tidak cukup mengabarkan Injil dengan
motivasi-motivasi seperti itu!" Mengapa? Jonathan Edward
menjelaskan, "Motivasi terpenting dalam pelayanan adalah karena
kita mencintai Yesus. Tanpa mencintai Yesus, pelayanan kita akan
mudah patah dan jatuh di tengah jalan! "Apakah kalian mencintai
Yesus?" Pertanyaan Jonathan Edward itu juga berlaku bagi kita
semua guru sekolah minggu. Apakah kita mencintai Yesus? Mengapa
kita menjadi guru sekolah minggu? Tidak cukup jika kita mencintai
anak, ingin memberitakan Injil,, atau membina dan mengajar anak.
Kita harus mencintai Yesus. Dengan cinta kita kepada Yesus itulah
kita memiliki kekuatan hati seorang hamba Tuhan.
Karena cinta Allah kepada dunia ini, Ia merelakan Anak-Nya yang
tunggal (Yesus Kristus) untuk mati menebus dosa (Yohanes 3:16).
Kerena cinta juga Yesus rela mati di kayu salib untuk menebus
dosa manusia.
Karena cinta merupakan motivasi untuk melayani, Yesus bertanya
kepada Petrus, "Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?"
dan pertanyaan ini diulang hingga tiga kali. Petrus menghayati
cintanya kepada Yesus sehingga ia menjadi hamba Tuhan yang begitu
hebat dan setia. Ia bahkan menjadi martir. Apakah Anda guru
sekolah minggu yang mencintai Yesus?
Apakah cinta Anda sebagai guru sekolah minggu adalah cinta yang
sejati kepada Yesus, seperti Yesus mencintai kita? Jika cinta Anda
kepada Yesus adalah cinta sejati, seberapa besar pengorbanan yang
Anda rela lakukan demi Yesus yang Anda cintai?
Sumber:
Mereformasi Sekolah Minggu: 8 Kiat Praktis
Menjadikan Sekolah Minggu Berpusat pada Anak, Paulus Lie, , halaman 79
-- 85, PBMR Andi, Yogyakarta, 2003.
Diambil dari: http://pepak.sabda.org/pustaka/081703/