Oleh: Sudi Ariyanto (MEBIG Indonesia)
Jika pertanyaan berikut ini disampaikan kepada orang
dewasa yang kristen, apa kira-kira jawaban mereka. Pertanyaannya adalah
"Apakah sekolah minggu perlu atau penting?", lalu apa jawabannya?
Mungkin jawabannya semacam ini: "Oh sangat perlu", "Ya, anak-anak harus
diajar sejak kecil untuk mengenal Tuhan." "Sekolah minggu harus
diadakan." Jadi pada dasarnya mereka menganggap sekolah minggu adalah
perlu dan bahkan penting.
Tetapi, apakah sikap yang memandang penting
pelayanan anak itu terwujud dalam kenyataannya? Dari pengamatan
terhadap beberapa gereja diketahui bahwa pada tataran praktik ternyata
keadaannya tidak seperti yang diungkapkan dengan kata-kata. Berikut ini
adalah beberapa hal yang masih dapat - kalau tidak sangat sering -
dijumpai di gereja-gereja berkaitan dengan pelayanan sekolah minggu (
SM)
.
- SM diadakan agar anak-anak tidak mengganggu kebaktian orang dewasa
- Fasilitas untuk SM tidak memadai
- Pengajar SM kurang kompeten
Sikap seperti ini mungkin muncul dari praanggapan
bahwa anak-anak tidak atau belum bisa berbakti. Sikap semacam ini
mempunyai implikasi de facto bahwa kebaktian SM tidak penting.
Dalam kata lain, kebaktian orang dewasa begitu teramat sangat penting,
sehingga gangguan dari pihak anak-anak sedikit pun tidak diizinkan.
Mereka dipisahkan dari kebaktian orang dewasa bukan dengan maksud agar
anak-anak dapat berbakti dengan lebih baik kepada Tuhan, tetapi agar
kebaktian orang dewasa tidak terganggu sama sekali. Apabila tempat
kebaktian SM dekat dengan tempat kebaktian orang dewasa, anak-anak
tidak diizinkan untuk memuji Tuhan dengan suara keras (
yang menunjukkan rasa bebas memuji Tuhan)
di SM, karena akan mengganggu kebaktian orang dewasa. Apakah pernah
terpikir bahwa puji-pujian dari kebaktian orang dewasa yang begitu
keras bisa mengganggu anak-anak belajar Firman Tuhan?
Sering terlihat ruangan untuk SM sempit dan tidak
memadai. Ada gereja yang mengadakan kebaktian SM di bawah pohon. Ada
pula kebaktian SM diadakan di tempat parkir di basement sebuah hotel, sedangkan kebaktiaan untuk orang dewasa diadakan di salah satu ruangan hotel.
Jarang ada alat musik untuk anak-anak SM, sedangkan
pada kebaktian orang dewasa alat musik serta sistem suaranya sangat
baik dan lengkap. Bukankah ini salah satu bentuk diskriminasi? Dalam
ucapan dikatakan bahwa kebaktian untuk anak SM penting, tetapi pada
kenyataannya yang menjadi pusat adalah orang dewasa dan pelayanan SM
dinomorduakan.
Banyak orang tidak mau mengajar di SM dan karena itu
gereja sering menghadapi kurangnya guru SM, padahal anggota jemaat
banyak sekali. Dari antara mereka yang memiliki beban besar untuk
pelayanan anak, banyak pula yang pengetahuan dan keterampilannya kurang
memadai.
Sering ditemui banyak guru SM yang mengajar tanpa
persiapan dan banyak pula yang mengajarkan hal yang tidak tepat -- jika
tidak dikatakan sangat salah. Pernah ada guru SM yang menyampaikan
kisah berikut di kelas kecil. Guru itu berkata: "Suatu hari Budi
diminta ibu untuk membeli sesuatu. Budi ternyata memakai uang itu untuk
jajan, dan ketika ditanya oleh ibunya ia menjawab bahwa uangnya hilang.
Pada malam hari, Budi bermimpi dikejar-kejar oleh setan. Pada pagi
harinya ketika bangun ia ketakutan lalu ia meminta maaf kepada ibunya."
Apa yang ingin dicapai melalui cerita ini, apakah guru itu akan
mengajarkan bahwa setan bisa juga membuat orang bertobat? Sejak kapan
setan bisa membuat orang bertobat?
Ada juga guru SM yang mengajarkan bahwa persembahan
Kain tidak diterima oleh Allah karena sayur dan buah-buahan di dalam
persembahan Kain busuk semua. Di bagian yang mana dari Alkitab yang
mengajarkan hal ini, lagi pula konsep apa yang ingin disampaikan oleh
guru ini? Persembahan Kain tidak diterima karena ia tidak melakukan
persembahan dari binatang. Persembahan dengan pencurahan darah binatang
ini menyatakan konsep bahwa "Tidak ada penebusan tanpa curahan darah."
Persembahan dari binatang ini merupakan simbol dari persembahan agung
Yesus Kristus kelak.
Senada dengan kesalahan ini adalah cerita guru lain
lagi yang menyatakan bahwa Daniel tidak dimakan oleh singa di gua
karena singanya ompong. Pengajaran yang salah ini mengaburkan dan mengecilkan arti perintah Tuhan dan juga penyertaan Tuhan.
Memang adalah suatu hal yang sangat baik apabila
seseorang memiliki beban yang besar untuk pelayanan, apalagi pelayanan
anak-anak. Akan tetapi para guru harus diperlengkapi atau
memperlengkapi diri dengan keterampilan atau pengetahuan agar dapat
lebih baik lagi menyampaikan berita sukacita kepada anak-anak. Gereja
seharusnya membina para calon guru SM untuk menghindarkan pengajaran
yang salah yang dapat menyesatkan anak-anak.
Masih banyak hal yang sebetulnya menunjukkan bahwa
anak-anak memang tidak begitu diperhatikan. Pelayanan SM biasanya
diberi prioritas yang paling akhir dari antara pelayanan-pelayanan yang
lain Inti permasalahannya sebetulnya terletak pada cara memandang
anak-anak yang kurang tepat. Banyak orang dewasa -- dalam hal ini para
pengajar SM, gembala sidang, majelis gereja, dll -- yang memandang
anak-anak belum bisa apa-apa: belum bisa mengerti FT, belum bisa memuji
Tuhan. Cara pandang seperti ini memanifestasi pada sikap atau kondisi
guru SM yang mengajar tanpa persiapan, tidak dipikirkannya fasilitas
untuk pelayanan SM, tidak pernah dipikirkan camp/retret khusus
untuk anak-anak, penyampaian cerita yang tidak membawa kepada
pengenalan akan Tuhan atau kepada kesadaran akan perlunya juru selamat,
dsb.
Cara pandang seperti ini perlu diubah, karena masa
anak-anak merupakan masa yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Apa yang diberikan atau dialami oleh anak-anak dalam masa kanak-kanak
bisa mempunyai efek yang sangat serius untuk anak itu sebagai individu
kelak. Amsal 22:6 menyatakan: "Didiklah orang muda menurut jalan yang
patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari
pada jalan itu."
Banyak orangtua yang mengusahakan pendidikan formal
sebaik mungkin untuk anak-anak: mereka dimasukkan ke dalam sekolah yang
baik atau favorit, dibelikan buku pelajaran yang lengkap, dll., akan
tetapi apakah sikap yang memandang penting pendidikan seperti ini juga
diterapkan dalam hal rohani? Perlu diingat, sebagaimana anak-anak itu
kelak memimpin bangsa, mereka juga adalah masa depan gereja. Di tangan
merekalah kepemimpinan gereja di masa yang akan datang.
Pendeta Gonbei menyatakan bahwa menomorsekiankan
pelayanan anak SM mungkin timbul karena gereja memegang konsep praktis
yang umum dipegang oleh kalangan di luar gereja yaitu tidak membiarkan
adanya pemborosan dan kerugian.
- Tidak membiarkan adanya pemborosan
- Terlalu perhitungan
Secara sadar atau tidak, banyak gereja beranggapan
bahwa mengeluarkan uang untuk pelayanan SM adalah merupakan pemborosan.
Mengeluarkan uang banyak untuk menyediakan alat musik, ruang kelas yang
cukup baik, dan juga yang lain untuk SM adalah pemborosan. Mengeluarkan
uang banyak untuk menyelenggarakan retret untuk anak-anak adalah
pemborosan. Sikap yang tidak mengizinkan adanya "pemborosan" ini pun
kita temukan pada Markus 14:4, yaitu ketika seorang perempuan
mencurahkan minyak narwastu ke kepala Yesus. Waktu itu ada orang yang
gusar dan berkata: "Untuk apa pemborosan minyak narwastu ini?" Jelaslah
di sini terlihat segi ekonomi bisa mengalahkan urusan yang mempunyai
dampak kekekalan, karena kita tidak menyadari bahwa "pemborosan" yang
semacam ini dikehendaki oleh Allah. "Pemborosan" yang ini perlu
dilakukan untuk membawa anak-anak itu mengenal dan menerima Kristus
sebagai juru selamatnya yang pribadi.
Sikap terlalu perhitungan juga sering menghinggapi
gereja. Segala sesuatu terlalu didasarkan pada prinsip untung dan rugi.
Berdasarkan prinsip ini jelas pelayanan SM adalah pelayanan yang merugi
dilihat dari segi ekonomi. Berapa banyak uang persembahan anak-anak SM?
Sudah pasti jumlahnya tidak cukup untuk dapat menyewa ruangan yang baik
atau untuk membeli gitar atau untuk membiayai hamba Tuhan. Karena
persembahan anak-anak ini kontribusinya sangat kecil untuk gereja, maka
apakah dapat disalahkan jika gereja menyediakan fasilitas sesuai dengan
kontribusinya? Tentu tidak salah jika acuannya adalah berapa banyak
keuntungan yang dapat diberikan oleh anak-anak melalui pelayanan SM.
Tetapi memang beginikah seharusnya kita mengelola pelayanan ini?
Sikap seperti ini memang sering mewarnai gereja yang
ditebus oleh Tuhan Yesus. Jika tidak memberikan kontribusi yang layak,
maka tidak perlulah terlalu diperhatikan. Semua tindakan harus
dilakukan berdasarkan perhitungan untung-rugi. Bagaimana seandainya
Yesus juga melakukan analisis untung-rugi (
cost-benefit analysis)
sebelum Ia mau disalibkan, apakah kita akan diselamatkan?
Dalam kehidupan sehari-hari yaitu urusan sekolah
biasa, orangtua mau mengeluarkan banyak uang untuk membeli buku,
membayar guru privat, membeli komputer, dll. Apakah dalam hal ini
orangtua menggunakan perhitungan untung-rugi secara murni? Tentu tidak.
Mereka melihat masa depan yang akan dijalani oleh anak-anak itu. Mereka
harus diberi bekal agar dapat menghidupi dirinya dan keluarganya kelak.
Bukankah pelayanan untuk anak-anak juga harus dipandang begitu juga.
Anak-anak harus dipersiapkan untuk menerima Yesus Kristus yang sangat
mempengaruhi masa-masa setelah kehidupannya di dunia ini berakhir.
Berapa lamanya kehidupan setelah kematian itu bila dibandingkan dengan
kehidupan di dunia ini? Untuk kehidupan di dunia yang rentang waktunya
tidak panjang seseorang mau berkorban banyak, bukankah seharusnya pula
kita mau berkorban untuk kehidupan yang kekal?
Cara pandang yang meremehkan anak-anak atau
pelayanan anak-anak ini perlu diubah. Jika tidak, gereja akan
kehilangan berkat Tuhan. Sikap semacam kemunafikan yaitu lain di mulut
lain di hati atau lain di tindakan harus segera dihentikan. Tuhan tidak
menyukai sikap seperti ini ada dalam gereja-Nya.
Pelayanan SM memiliki nilai yang strategis dan
karena itu perlu dilakukan. Lebih lanjut Pdt.Gonbei menyatakan beberapa
hal penting yang tercakup di dalam pelayanan SM adalah program
penginjilan, pertumbuhan dan penyerahan diri.
- Program untuk Penginjilan
- Program untuk Pertumbuhan
- Program Penyerahan Diri
Kegiatan SM jelas berkaitan dengan program
penginjilan. Sebagaimana halnya orang dewasa, anak-anak juga
membutuhkan juru selamat. Oleh karena itu pelayanan SM perlu dilakukan
dengan serius karena berkaitan dengan keselamatan jiwa manusia --
ingat, anak-anak juga seorang manusia yang utuh walaupun belum dewasa.
Berkaitan dengan itu maka cara pelaksanaan SM harus diusahakan agar
anak-anak ini bisa mendengar FT dengan baik yang mengarahkan mereka
kepada keyakinan bahwa mereka adalah orang berdosa yang membutuhkan
juru selamat, dan juru selamat itu adalah Yesus Kristus. Pengajaran di
SM yang hanya berkisar kepada masalah moral saja tidak akan membawa
anak-anak menyadari perlunya juruselamat.
Selain itu, anak-anak bisa menjadi pemberita Injil
kepada orang-orang yang ada di dalam keluarganya. Apa yang didengar
oleh anak-anak di sekolah minggu bisa diceritakannya kembali kepada
orangtua, nenek-kakek, saudara-saudaranya di rumah. Dengan cara seperti
ini, orangtua yang tidak pernah ke gereja atau yang tidak pernah
mendengar berita tentang Yesus dapat mendengarnya dari mulut anak-anak
ini.
Acara-acara lain yang dilakukan oleh gereja
berkaitan dengan program sekolah minggu dapat pula menjadi arena
penyampaian berita sukacita. Gereja Baptis Airin di Sapporo mempunyai
program operet tiap tahun. Setiap kali waktu pementasan tiba, acara ini
bisa dihadiri oleh ribuan orang dewasa yang kebanyakan adalah orangtua
atau keluarga anak-anak sekolah minggu. Sebagian besar dari yang hadir
adalah orang-orang yang bukan Kristen.
Program ini adalah untuk membantu anak-anak
bertumbuh secara rohani. Seperti pada segi fisik/jasmani, pertumbuhan
rohani anak-anak biasanya juga lebih cepat daripada orang dewasa.
Mereka bisa dilatih untuk memiliki kebiasaan membaca FT, berdoa dan
memuji Tuhan. Anak-anak yang sudah besar bisa diminta untuk membaca
Alkitab sendiri di SM, dan mereka juga bisa diminta membantu melakukan
sesuatu untuk anak-anak yang lebih kecil atau tugas lain -- dengan kata
lain, menjadikan mereka mitra pelayanan guru-guru SM.
Banyak orang yang tidak percaya bahwa anak-anak bisa
juga menyerahkan diri untuk melayani Tuhan. Di Gereja Airin, Sapporo,
Jepang yang memperkenalkan metode pelayanan MEBIG -- singkatan dari
MEMORY, BIBLE, GAME -- anak-anak bisa menjadi pemimpin puji-pujian atau
MC di dalam kebaktian. Mereka bisa melakukan pelayanan membagi traktat
dan juga membersihkan gereja. Di gereja ini selalu diadakan retreat
untuk anak-anak dan dari acara ini lahir jiwa-jiwa yang mempunyai
keyakinan untuk menjadi pendeta atau penginjil setelah mereka menjadi
besar.
Pelayanan sekolah minggu adalah suatu pelayanan
yang sangat penting untuk dilaksanakan, karena pelayanan ini akan
menjadi dasar bagi perkembangan hidup kerohanian seorang anak yang
kelak menjadi dewasa. Pelayanan yang dilaksanakan dengan baik akan
menghasilkan sumberdaya bagi gereja. Pelayanan yang dilaksanakan dengan
baik akan menyediakan calon-calon pemimpin untuk pertumbuhan dan
penyelenggaraan gereja.
Sumber: http://www.geocities.com/sudi_ariyanto/SMpenting.html