Terkadang kita sering diperhadapkan pada penampilan seseorang yang mungkin menggangu pandangan kita atau orang lain.
Malam ini saya bertemu dengan seseorang di siantar squer (SUMUT). kebetulan saya sedang memberli nasi goreng (disana ada sedikit dialog)
Mbak nasi gorengnya ada?
Ada Bang, berapa
Tolong dua bungkus, masing-masing Rp.6000
Bang 1 bungkus Rp. 8000.
Iya saya tahu tetapi saya mau seharga Rp.6000 dua bungkus.
tidak beberapa lama nasi sudah selesai di goreng dan dibungkus, dan pegawainya bertanya, ini untuk siapa?
Untuk abang yang bajunya koyak! (dengan suara pelan)
walau pelan abang itu mendengar dan berkata "Biar bajuku koyak, uangku banyak dan lagi aku pakai mobil, biar kau tahu, sambil tersenyum/sedikit bergurau ".
Si penjual diam dan agak salah tingkah sedikit, beberapa orang pembeli yang menyaksikan sedikit tersipu.
Kekeristenan sering diperhadapkan pada kenyataan yang tidak jauh berbeda dengan hal diatas, kita lebih cenderung menilai, menghormati dan mungkin hanya melayani mereka yang terlihat kren, ok dan menjanjikan. sementara mereka yang penampilannya apa adanya tidak kita lirik dan pedulikan, seraya berfilir,"melayani orang ini tidak akan membuahkan apa-apa".
Hal ini pernah saya dengar langsung dari seorang Pendeta (yang menurut saya adalah pendeta senior). Keteika mereka mendapat undangan dari seorang yang terpilih menjadi anggota DPR-RI, mereka langsung berangkat dari Siantar menuju Medan dengan pemikiran akan mendapat amplop yang berisi uang yang banya. Mereka bertiga pergi dengan membawa mobil Panther. Sesampai disana salah seorang disuruh berkhotbah, merekapun senang (Wah banyak juga ni dapatnya)
Ketika mereka pulang mereka mendapat 3 amplop, yang ternyata setelah dibuka, masing-masing Rp. 50.000.
Sesampainya di Siantar, saya berkata,Om bagi dong berkatnya, ha, berkat apa (dengan agak kecewa). Coba bayangkan masakkan kami hanya diberi uang Rp. 50.000, untuk ongkos aja kurang. Dia itu memang tidak tahu menghargai dan menghormati Hamba Tuhan.
Saya diam dan tertegun, wah heban juga. padahal pelayanannya disini sampai ditinggalkan.
Baju koyak membuat si penjual memandang rendah sipembeli nasi goreng, tetapi ketika dibayar dengan uang Rp.100.000 ia pun tidak punya kembalian. Apalagi ternyata si pembeli datang menggunakan mobil. Ia tertegun dan malu melihat pembeli yang lain.
Bagaimana dengan kita selaku orang kristen?
Bagaimana pula dengan para Pendeta?
Akankah baju koyak/penampilan apa adanya menjadi dasar/acuan untuk bertindak?
Baju boleh Koyak, tetapi dompet tebal dan bermobil.
Penampilan mungkin seperti pendosa/preman/sundal tetapi mungkin dia lebih mengerti hati Bapa dari pada orang yang selalu pakaian rapi,nampak sopan dan selalu bawa kitab serta rajin persekutuan atau mungkin di gereja selalu duduk paling depan.
MANA PILIHANMU, tentukan sekarang
Comments
Memang dizaman seperti ini
Thu, 01/10/2009 - 21:23 — Meda Fithri HTerimakasih
Tue, 15/12/2009 - 15:57 — sumantrionoSalam kenal, maaf saya baru membalas komentar saudaraterhadap blog/tulisan saya. Tuhan Yesus Memberkati
Sumantriono
Karena status gak menjamin
Tue, 13/10/2009 - 03:23 — LauraKarena status dan penampilan luar gak menjamin kualitas seseorang (baik/buruk/pintar/bodoh dllsb).
Baju koyak belum tentu kere; naik mobil belum tentu memiliki mobil; anggota DPR belum tentu royal; hamba Tuhan belum tentu bijaksana; tau ayat2 Alkitab belum tentu mengerti apa yg dibaca dllsb.
Terimakasih
Tue, 15/12/2009 - 15:56 — sumantrionoSalam kenal, maaf saya baru membalas komentar saudaraterhadap blog/tulisan saya. Tuhan Yesus Memberkati
Sumantriono