Ketika Copernicus menyatakan bahwa pusat dari galaksi ini adalah matahari, bukan bumi, dia menghadapi penganiayaan akibat fatwa pemuka agama saat itu. Saat inipun, masih ada kalangan Kristen tertentu yang meletakkan pengembangan kecerdasan dan kemampuan manusiawi kita sebagai sesuatu yang berseberangan dengan iman. Paradigma mereka terbentuk oleh penafsiran yang menekankan seolah-olah upaya pembangkitan daya pikir dan potensi alamiah manusia adalah melawan Tuhan.
Namun, sebenarnya dalam banyak hal, penekanan tersebut hanya merupakan reaksi terhadap sikap orang-orang yang hanya mengandalkan kekuatan manusia semata dan tidak lagi mengandalkan Tuhan... Sayangnya, reaksi tersebut tidak dibarengi discerning yang tepat namun cenderung hanya dilandasi prejudice terhadap pengalaman beberapa orang saja.
Ikhtiar plus namun iman minus bukanlah cara hidup yang patut diikuti.
Iman plus dengan ikhtiar minus bukanlah pola kekristenan yang sehat.
Kelompok yang paling celaka adalah yang imannya minus, ikhtiarnya pun minus.
Iman plus, ikhtiar plus. Bahan baku keduanya diberikan oleh Tuhan agar kita menghasilkan buah yang teruji. Ini menjadi keniscayaan gaya hidup seorang purpose driven christian.
Karena itu, saya setuju dengan Indra Gunawan yang menulis resensi dari buku The Secret (Kompas, 9 Spetember 2007) bahwa ada pihak-pihak yang terlalu menekankan labora (bekerja). Sukses harus direbut dengan kerja penuh jungkir balik, keringat asin bercucuran, dan bunyi perut keroncongan. Sisi ora (doa) yang meminta, yang percaya, dan yang menerima menjadi terabaikan. Orang hanya berorientasi pada ikhtiar, bertumpu pada kemampuan diri sendiri, sementara kekuatan Yang Maha Tinggi tidak diseru.
Sementara buku The Secret sendiri mungkin terlalu menekankan pada segi “berseru dan percaya”. Tindakan hanya diutarakan secara sumir, sepintas lalu, memberi kesan seakan-akan “berbuat” itu bukan bagian sentral untuk pencapaian tujuan.
Dalam keadaan begini, masih menurut Indra dalam resensinya itu, ia jadi ingat akan ajaran yang menganjurkan kebersatuan antara laku “meditasi” dan aksi “bekerja”, antara “berseru” dan “berbuat”. Tak perlu ada pemilahan dan pemisahan antara keduanya. Mungkin inilah Rahasia Alam dari Ora et Labora yang dilakukan tidak secara sendiri-sendiri, melainkan secara serentak.
Saya sendiri menyebut keserentakan itu sebagai Quantum Ora-et-labora. Hal ini paralel dengan kepaduan ora dan labora yang saya paparkan di buku “The Secret & Purpose Driven Christian: Menggapai Manusia Baru, Pikiran Baru, Hidup Baru”. Kekuatan sinergis dari ora dan labora itu telah mengantar dan mengawal manusia ke tingkat peradaban terkini dan mendatang.
Dalam teori fisika quantum juga terdapat adagium coincidentia oppositorum, yaitu penyatuan dari dua yang bertentangan. Iman dan ikhtiar adalah dua hal yang bertentangan dan dipertentangkan selama ini. The Secret tidak lengkap tanpa Quantum Ora-et-labora. Ketika ora dan labora, iman dan ikhtiar, diserentakkan atau dipadukan, niscaya seorang purpose driven christian akan memperoleh energi dahsyat dari lompatan Quantum Ora-et-labora tersebut untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi.
*Sansulung John Sum, penulis buku "The Secret & Purpose Driven Life", seorang literature minister yang lama bekerja fulltime di sebuah gereja di Jakarta, dan aktif dalam komunitas penulis & jurnalis kristiani (Penjunan). Sekarang berjemaat di Abbalove Oikos Community.