Zaman sekarang adalah zaman instan. Boleh dikatakan bahwa budaya instan sudah merasuk dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Cobalah perhatikan di banyak tempat, segala sesuatu yang instan bertaburan luas sekali. Mulai dari makanan dan minuman instan sampai obat-obatan yang dipromosikan sebagai obat yang paling mujarab dan dapat menyembuhkan dengan cepat. Belum lagi bahan-bahan kosmetik yang dikabarkan dapat membuat wajah menjadi cantik dan putih sesegera mungkin.
Ada pula promosi agar seseorang dapat menjadi kaya dengan cepat tanpa perlu bersusah payah, cukup dengan duduk diam dan santai, uang akan segera datang dengan sendirinya dalam tabungan, karena sistem point yang akan terus memperkaya diri. Siapa yang tidak berminat? Namun belakangan ini bukan saja hal-hal baik yang dapat diperoleh secara instan, penyebaran virus penyakit pun kini ikut-ikutan menjadi instan. Sebut saja virus SARS yang sudah menjadi penyakit global. Dikabarkan bahwa virus ini juga sangat cepat menyerang dan mematikan penderitanya. Wah, cukup mengerikan, bukan?
VIRUS PERUSAK PERTUMBUHAN ROHANI SERTA AKIBATNYA
Ibarat virus, rupanya budaya instan pun merasuk dan merusak kehidupan rohani jemaat dalam gereja. Ada kecenderungan belakang ini orang Kristen ingin bertumbuh dalam iman secara cepat tanpa berusaha payah dan berlelah-lelah. Mereka lebih suka susu cair daripada makanan keras, seperti teguran Paulus kepada masyarakat di Korintus. Mereka lebih suka kotbah-kotbah yang menghibur dari pada kotbah-kotbah yang mengajar dan menegur. Mereka lebih suka duduk diam dan mendengar dari pada belajar dan membaca.
Banyak orang Kristen berpikir bahwa gereja sama dengan tempat hiburan, sambil bergumam, "Aduh, saya sudah capek bekerja dan berdagang, masakan masih harus membaca dan belajar?" Sehingga tidaklah mengherankan kalau banyak gereja yang saat ini sedang terbuai dengan budaya dengar khotbah dan melupakan budaya belajar secara mendalam. Akibat dari kecenderungan ini pun tidak dapat dihindari, yaitu makin banyak orang Kristen instan yang terburu-buru dalam pertumbuhannya. Maunya cepat dewasa secara rohani, tetapi tidak suka disiplin rohani. Maunya cepat sembuh dari penyakit rohani, tetapi tidak suka berobat dan bertobat dari dosa yang lama. Yesus mengumpamakan orang-orang ini seperti tanah yang dangkal, yang mana benih firman Tuhan hanya bertumbuh sebentar, tetapi tidak bertahan lama. Padahal orang Kristen yang mau bertumbuh dengan cepat akan mudah jatuh dengan cepat dan ketika penderitaan datang melanda, mereka langsung undur dan mulai meninggalkan relasinya dengan Tuhan.
PUDARNYA BUDAYA BELAJAR DALAM JEMAAT
Seiring dengan keterburu-buruan dalam bertumbuh, maka seorang Kristen pun menjadi tidak suka melalui proses belajar yang panjang dalam bertumbuh. Proses belajar yang berkaitan dengan pembentukan daya pikir sesungguhnya memerlukan waktu yang panjang serta melibatkan aktivitas membaca, merenungkan firman Tuhan dan menuliskannya untuk mendokumentasikan berkat-berkat rohani yang lahir dari relasi dengan Tuhan. Sebenarnya sejak semula kekristenan bertumbuh dan berkembang karena adanya orang-orang yang membaca firman Tuhan dan membagikannya lagi dalam bentuk tulisan rohani yang menguatkan orang lain.
Bukankah ini yang telah dilakukan oleh Rasul Paulus untuk mengajar dan menjadi berkat bagi orang lain? Bahkan di dalam penjara pun Paulus masih sempat menulis dan membagikan berkat kepada jemaat dalam bentuk surat-surat yang sarat dengan pengajaran yang benar. Begitu pula dalam cara hidup jemaat yang mula-mula, kebiasaan untuk bertekun dan belajar digalakkan dengan luar biasa, sehingga ketika mereka dihadapkan pada penderitaan, mereka dapat tetap bertahan. Tradisi Protestan pun bertumbuh dan tersebar luas tidak lepas dari adanya dukungan dengan ditemukannya mesin cetak pada waktu itu, sehingga banyak buku dicetak untuk memproklamirkan Injil Kristus dan kebenaran Firman-Nya.
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, rupanya budaya belajar di kalangan jemaat mendapat tantangan yang keras dan makin memudar. Budaya belajar, membaca dan menulis telah digantikan dengan budaya duduk diam dan dengar yang bila tidak dicermati dengan baik akan menjadi bius yang meninabobokan jemaat. Rupanya mungkin karena terlalu sering menonton televisi dan mendengarkan musik dengan santai, jemaat pun datang ke gereja untuk 'menonton' dan 'mendengar' tanpa mencerna dan mencatatnya.
Seorang rohaniwan pengamat dunia modern pernah mengatakan bahwa sumber daya manusia Kristen yang berkualitas harusnya terdiri dari orang-orang yang gemar membaca dan menulis. Sekarang ini justru sedikit sekali sumber daya manusia Kristen yang berkualitas seperti itu. Adakalanya gereja memang disibukkan oleh berbagai program yang dianggap baik dan berguna secara sesaat seperti KKR atau Seminar, tetapi tidak berpikir untuk membekali jemaat untuk kebutuhan jangka panjang dengan tulisan-tulisan bermutu yang menunjang pertumbuhan rohani. Belum lagi media literatur dalam gereja yang digarap seenaknya dan sekenanya, sehingga tidak menarik minat jemaat untuk membacanya.
Hal ini masih dibarengi dengan sepinya pengunjung perpustakaan di dalam gereja serta punahnya dukungan terhadap pelayanan literatur di dalam gereja karena dianggap hanya menghabiskan dana saja. Namun demikian, masih adakah harapan untuk mengatasi pudarnya budaya belajar membaca dan menulis ini?
PEKERJAAN RUMAH KITA
Kristus menyebut para pengikut-Nya bukan dengan sebutan 'orang Kristen', tetapi ia menyebut mereka sebagai 'murid' yang artinya adalah seorang pembelajar, yang berdisiplin, mau berkorban dan mau berubah demi kerajaan Allah. Sehingga dengan demikian seorang Kristen sejati adalah seorang murid, seorang pembelajar.
Belajar firman Tuhan yang dibarengi dengan membaca dan menulis akan membuat hidup kita dapat terus kontak dengan TUHAN dan hubungan dengan-Nya menjadi akrab dan tidak tulalit. Dengan belajar, hubungan tulalit dengan TUHAN dapat dipulihkan dan bila hubungan dengan TUHAN sudah dipulihkan, maka hubungan tulalit dengan sesama kita pun dapat dipulihkan.
Mari kita bersama-sama membereskan hubungan yang tulalit ini dengan bahu-membahu dan bekerja sama. Seorang anak yang bersekolah biasanya akrab dengan pekerjaan rumah, yaitu tugas-tugas yang harus dibawa pulang dan dikerjakan di rumah masing-masing. Begitu pula setelah membaca uraian di atas kita harus mengerjakan pekerjaan rumah kita masing-masing.
Cobalah renungkan: bila saat ini kita hanya menjadi pendengar saja dan belum menjadi pembelajar, marilah kita mulai dengan memohon kepada TUHAN agar Roh-Nya memenuhi hati kita dan mengubah hati kita menjadi hati seorang murid. Bagi orang-orang yang dipercayakan menjadi pemimpin-pemimpin di gereja, garaplah gereja bukan seperti menggarap sebuah perusahaan dengan memikirkan untung ruginya saja, tetapi kelolalah gereja dengan satu kesadaran bahwa gereja adalah tempat pembelajaran murid-murid Kristus yang perlu bertumbuh, perlu berakar dalam-dalam sehingga buah-buah pertobatan dan buah Roh Kudus akan dihasilkan di dalam wujud karakter yang menyerupai Kristus.
TUHAN pasti akan menolong setiap jemaat-Nya yang mau belajar berserah, taat dan tunduk kepada-Nya. Masih ada harapan!
Diambil dari:
Judul majalah: Cahaya Buana, edisi 93/2003
Penulis : Nicholas Kurniawan
Halaman : 14 -- 15
Comments
Konkordinasi antara mau dan mampu
Fri, 30/05/2008 - 18:28 — MoZee_Rui1.Saat seseorang tidak mau, bukan berarti ia tidak mampu.
2.Saat seseorang tidak mampu juga bukan berarti ia tidak mau
Yang ke 1 malas Yang ke 2 Apes.
Lucunya seringkali banyak orang malas menjadi apes, dan banyak orang apes menjadi malas. Tanya kenapa ? Entahlah
Love~MoZee~^_^