Sebelum kita membicarakan apa yang menjadi tugas dan panggilan sekolah Kristen, adalah tepat jika terlebih dahulu kita lihat secara sepintas arti dari pendidikan Kristen itu sendiri. Karena, bagaimanapun, sekolah Kristen merupakan bagian dari pendidikan Kristen. Lagipula, sekolah Kristen memang pertama harus kita pahami sebagai sekolah (school) di mana di dalamnya terdapat kegiatan belajar-mengajar, kurikulum, administrasi, interaksi dan komunikasi serta tata tertib dan disiplin. Namun, dengan adanya sebutan "Kristen", maka sekolah yang bersangkutan tentu mempunyai "napas", "warna" atau setidaknya "cita-cita" tertentu, yang landasannya adalah iman Kristen.
Jika kita ingin mendefinisikan pendidikan Kristen, setidaknya faktor-faktor seperti tujuan (apa), konteks (di mana), pelaku (siapa), metode (bagaimana), materi (apa) dan waktu (kapan), harus tersirat di dalamnya. Dengan begitu, untuk tiap konteks dan tujuan tertentu, pengertian tentang pendidikan Kristen perlu dijelaskan secara spesifik. Sebagai titik tolak pemahaman, berikut ini dapat kita lihat definisi pendidikan Kristen, sebagaimana dirumuskan oleh Robert W. Pazmino dalam bukunya Foundational Issues in Christian Education (1988).
"Pendidikan Kristen merupakan upaya ilahi dan manusiawi dilakukan secara bersahaja dan berkesinambungan, untuk memberikan pengetahuan, nilai-nilai, sikap-sikap, keterampilan, sensitivitas, tingkah laku yang konsisten dengan iman Kristen. Pendidikan mengupayakan perubahan, pembaharuan dan reformasi pribadi-pribadi, kelompok dan struktur oleh kuasa Roh Kudus, sehingga bersesuaian dengan kehendak Allah sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Suci, terutama dalam Kristus Yesus,serta diwujudkan oleh upaya itu." (hal. 81)
Definisi di atas berbunyi begitu umum, dan dapat diimplikasikan ke dalam berbagai konteks pendidikan, yakni di dalam rumah tangga, di sekolah, di gereja dan di tengah-tengah masyarakat. Pendidikan selalu merupakan usaha yang bersahaja dan sadar tujuan, memiliki standar otoritas, memakai manusia sebagai media (alat), memiliki bahan (content) yang bersesuaian dengan tujuan, serta membutuhkan penjelasan waktu. Di samping itu, pendidikan Kristen tidak saja berupaya mengalihkan nilai-nilai dasar, doktrin atau ajaran; ia juga berusaha mengalihkan perlengkapan-perlengkapan yang sangat dibutuhkan oleh konteks di mana anak didik berada. Individu-individu diperlengkapi sedemikian rupa, sehingga dalam bimbingan Allah mampu menjadi saluran berkat bagi orang lain, dalam rangka pembaharuan keluarga, gereja dan masyarakatnya.
TUGAS SEKOLAH KRISTEN
Dalam relasinya sebagai "rekan sekerja" dengan keluarga dan gereja, sekolah mengemban beberapa tugas yang harus dipikul. Namun, kita harus sadar pula bahwa ada hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh sekolah bagi kepentingan anak didik. Artinya, sekolah mempunyai keterbatasan. Sekolah bukan "segala-galanya" bagi peningkatan kualitas hidup anak didik. Sekolah bukan institusi yang sempurna, serba bisa, atau serba dapat. Sayang sekali, banyak orang (termasuk kalangan gereja) berpandangan bahwa hanya sekolahlah yang bertanggung jawab dalam memperlengkapi anak bagi kehidupannya di masa yang akan datang. Jika sekolah menghadapi masalah atau kurang mampu menghasilkan anak didik berkualitas sesuai keinginan masyarakat, maka masyarakat menjadikan sekolah sebagai kambing hitam. Masyarakat lupa akan fungsi mendasar dari orang tua atau keluarga anak didik.
Sekarang, mari kita kaitkan dengan tugas sekolah Kristen. Meminjam dan mengembangkan beberapa pokok pikiran Arthur F. Holmes dalam bukunya The Idea of Christian College (1975, hal. 105-116), untuk zaman sekarang, sekolah Kristen terpanggil untuk memperlengkapi anak didik dalam segi-segi berikut ini.
1. Kemampuan untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dalam bentuk talenta, karunia dan profesi. Maka, sekolah Kristen harus giat dalam upaya memperlengkapi anak didiknya dengan keterampilan-keterampilan vocational (kerja). Di tengah-tengah minat masyarakat untuk mengembangkan sekolah umum, sekolah Kristen perlu tampil untuk meningkatkan sekolah-sekolah kejuruan yang berbobot, relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
2. Wawasan baru bagi peserta didik, berkaitan dengan kemampuannya untuk secara efektif memanfaatkan waktu senggangnya (leisure time) demi kemuliaan Kristus. Untuk itulah, dalam sekolah Kristen perlu disajikan pengajaran humaniora, serta kegiatan-kegiatan ekstra-kurikuler yang mampu menumbuhkan kreativitas.
3. Pemahaman akan panggilan hidup sebagai warga negara yang bertanggung jawab. Karena itulah, sekolah Kristen tidak melepaskan diri dari pengajaran-pengajaran berwawasan kewarganegaraan.
4. Dorongan-dorongan guna memungkinkan anak didik menjadi warga gereja yang tangguh, serta memiliki pengetahuan akan identitas dan peranan gereja itu sendiri di dunia ini. Maka, kerjasama yang baik di antara sekolah dengan gereja perlu dibangkitkan.
5. Wawasan-wawasan yang berguna dalam mendorong anak didik menghadapi tantangan zaman, yang cenderung diwarnai oleh penyimpangan-penyimpangan (alinasi) dan keabnormalan. Sekolah Kristen harus mengajak peserta didik, dan keseluruhan pelaku pendidikan, untuk memahami dinamika perubahan zaman, bersikap kritis terhadap tren yang berkembang di tengah-tengah masyarakat yang majemuk.
6. Bimbingan bagi anak didik sehingga dapat memiliki pandangan hidup holistik, integratif, yang dapat diandalkan dalam memainkan perannya bagi pembangunan dan pembaharuan (transformasi) masyarakat. Hal ini sesuai dengan falsafah hidup negara kita, Pancasila, yang mengajak orang hidup dan berpikir secara utuh (holistik). Dan memang, dalam terang iman Kristen, Allah-lah Sumber kehidupan; dan dalam perspektif-Nya hidup itu bersifat utuh, tiada pemisahan antara yang "sakral" dengan yang "dunia".
Pokok-pokok pikiran dari pandangan Holmes di atas, jelas begitu relevan dengan cita-cita pendidikan nasional di Tanah Air kita. Sekolah Kristen memang harus memiliki visi dan bergerak atas visi itu untuk membawa anak didik ke dalam kehidupan yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Di samping itu, lewat keseluruhan proses belajar-mengajar, anak didik dibantu untuk memiliki rasa percaya diri, kreatif, inovatif, terampil, dan bertanggung jawab. Maka, sekolah Kristen perlu lebih memberi perhatian bagi pendidikan atau latihan keterampilan kerja. Tepatnya, manusia Indonesia berkualitas yang perlu dikembangkan sekolah itu adalah:
"Manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan." (UUSPN No. 2/1989)
Sumber:
Judul buku : Strategi Pendidikan Kristen
Judul artikel: Kedudukan Sekolah Kristen
Penulis : B.S. Sidjabat, M.Th., Ed.D.
Penerbit : Yayasan Andi, Yogyakarta
Halaman : 105 - 110
Artikel ini juga dapat ditemukan di:
Situs PEPAK < http://www.sabda.org/pepak/pustaka/050939/ >